Kuartal II, Defisit Transaksi Berjalan 2,5 Persen
Faktor yang juga mempengaruhi rupiah adalah laju inflasi yang sudah menunjukkan perbaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi Juni sebesar 0,54 persen. Meski naik dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,50 persen, inflasi Juni masih lebih rendah dari prediksi. BI, misalnya, memprediksi inflasi akan berada di kisaran 0,6 persen-1 persen. Sementara konsensus analis memperkirakan inflasi berada di angka 0,65 persen.
Kendati demikian, BI tetap memantau perkembangan ekonomi global yang turut mempengaruhi kurs rupiah. Terutama yang berasal dari faktor gagal bayar utang Yunani dan rencana kenaikan suku bunga the Fed. Kedua isu ini menjadi faktor yang menekan nilai tukar rupaih.
?Inflasi dan defisit transaksi berjalan menurun. Itu faktor fundamental dalam negeri yang mendorong positifnya rupiah ke depan. Bisa mendorong stabilitas kondisi rupiah. Cuma, memang kondisi global terkait Fed Rate, krisis Yunani masih menjadi kendala,? kata Perry.
Dia menambahkan, bank sentral tidak ragu untuk mengintervensi pasar jika pergerakan rupiah tidak terkendali. ?BI terus melakukan pemantauan,? tutur dia.
Ekonom PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Agustinus Prasetyantoko mengatakan, BI sulit menurunkan suku bunga acuan (BI Rate), meski inflasi dan defisit transaksi berjalan menunjukkan perbaikan. Kekhawatiran atas kondisi Yunani bakal menyebabkan dolar Amerika Serikat (AS) menguat.
?Kalau Yunani kolaps, Eropa bergejolak, ya global kena. Kalau dampaknya signifikan, rupiah bisa terkena,? kata dia kepada Katadata. ?Faktanya memang begitu (rupiah sulit menguat), yaa harus diperhatikan fiskal defisit dan beban utangnya.?