Di Balik Aksi Sri Mulyani Pindahkan Uang Pemerintah dari BI ke Himbara

Agustiyanti
25 Juni 2020, 01:16
sri mulyani, menteri keuangan, burden sharing, pandemi corona, utang, surat utang, bunga surat utang
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta bank BUMN me-leverage dana yang ditempatkan pemerintah menjadi pinjaman hingga tiga kali lipat.

Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya menyebut bank sentral telah melakukan burden sharing untuk menurunkan beban pemerintah dalam memenuhi pembiayaan.  Hal ini dilakukan BI dengan menyerap SBN di pasar perdana sebagai langkah terakhir jika pemerintah tidak mencapai target pembiayaan. 

"Kami akan komunikasikan dalam bentuk kesepakatan bersama yang sedang difinalkan di hari-hari terakhir ini," kata Perry awal bulan ini. 

(Baca: Dana Stimulus Ekonomi Berpotensi Bengkak, BI Didorong Cetak Uang)

Direktur CORE Indonesia Piter Abdullah menilai kesepakatan BI untuk melakukan burden sharing dengan pemerintah dalam pembiayaan utang sangat penting bagi negara. Kebutuhan pembiayaan bunga utang yang tinggi dengan kondisi pasar keuangan saat ini dapat membuat beban fiskal sangat besar dan membebani pemerintah di masa depan. 

Ia pun menyarankan BI tak lagi membeli SBN di pasar perdana melalui lelang dengan harga pasar. Sudah sewajarnya bank sentral membagi beban dengan pemerintah melalui pembelian SBN dengan tingkat kupon atau bunga lebih rendah dari pasar.

 "Kalau dengan lelang terbuka, suku tinggi sekali dan akan membebani fiskal. Beban fiskal akan besar. Butuh burden sharing, BI harus mau bersepakat ikut membiayai fiskal. Tidak harus zero cupon bond, tetapi jangan harga pasar," ungkap dia.

BI pun dinilai dapat melakukan hal tersebut karena telah diatur melalu UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona. Dalam aturan tersebut, BI dapat membeli surat utang pemerintah dari pasar perdana. "Jadi tidak harus lewat lelang dengan harga pasar," jelas dia. 

Namun, dibutuhkan perubahan aturan teknis di tingkat Bank Indonesia. Bank Sentral pun juga sebaiknya memberikan komitmen sejak awal berapa pembiayaan yang akan diserap dari total kebutuhan pemerintah. 

"Jadi tinggal kesepakatan antara BI dan pemerintah, juga sebaiknya disepakati sejak awal berapa yang akan diserap BI dari kebutuhan pemerintah," terang dia.

Lebih lanjut, Piter menilai kebijakan pencetakan uang lebih oleh BI untuk membantu pemerintah tak akan menyebabkan hiterinflasi seperti yang terjadi pada era 1960-1n. Pasalnya, kondisi likuiditas saat ini tengah kering dan permintaan masyarakat masih lemah.

"Menyelamatkan ekonomi juga lebih penting dibanding inflasi. Buat apa inflasi dijaga tapi ekonomi masuk ke jurang krisis," ungkap dia. 

Sementara itu, Ekonom PT Bank Central Asia David Sumual menjelaskan pembelian surat berharga negara oleh bank sentral dengan kupon yang rendah, apalagi zero cupon bond mencerminkan kondisi ekonomi yang kurang sehat. Ini akan menjadi persepsi negatif bagi investor. 

"Kalau sekarang bank sentral beli SBN dengan bunga 0,%,  sedangkan bunga saat ini sebesar 7% akan ada gap besar. Suku bunga nol itu cerminan yang tidak baik. Terbukti di AS. Mereka mengalami perangkap likuiditas," ungkap dia. 

Sebenarnya, menurut David, jika BI membeli pendapatan SBN dengan harga pasar, pendapatan bunga yang diperoleh nantinya dapat kembali ke pemerintah. Hal ini dapat dilakukan melalui mekanisme setoran surplus BI ke pemerintah di akhir tahun. "Sebenarnya ini bisa saja masuk kantong kanan dan keluar kantong kiri saja," kata dia. 

Namun, dalam kondisi saat ini, memang banyak bank sentral yang menerapkan yield kontrol atau membeli surat utang negara dengan kupon rendah. "Ini tentu dapat saja dilakukan, tapi tentu harus ada kajian yang komprehensif, termasuk dampak ke perbankan bukan hanya saat ini tapi ke depannya," jelas dia.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...