Sri Mulyani Andalkan Omnibus Law untuk Pacu Pemulihan Ekonomi 2021
Meski begitu, ia akan terus meminimalkan dampak virus corona terhadap pertumbuhan ekonomi. Baik dari sisi permintaan maupun suplai. Maka dari itu, dukungan fiskal akan terus ditekankan pada tahun depan.
Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah terus berlangsung meski menuai protes berbagai pihak. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan proses pembahasan aturan sapu jagat itu bahkan sudah mencapai 90%.
Rancangan aturan tersebut kemudian akan memasuki tahap finalisasi, yaitu perancangan hukumdan harmonisasi pasal-pasal krusial. Pemerintah juga akan melakukan sinkronisasi berbagai pasal.
Salah satu protes datang dari LBH Jakarta. Lembaga tersebut menilai metode omnibus law sebenarnya tak dikenal dalam UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah direvisi menjadi UU 15/2019. Selain itu, omnibus law telah dianggap sebagai cara yang tidak demokratis dan despotis di pelbagai belahan dunia.
RUU Omnibus Law, kata LBH Jakarta, juga mengandung ilusi pemangkasan aturan atau deregulasi. Hal ini lantaran beleid ini justru akan menciptakan 493 Peraturan Pemerintah, 19 Peraturan Presiden, dan 4 Peraturan Daerah baru agar bisa diimplementasikan. Investor asing yang diharapkan bisa terbantu dengan deregulasi, menurut LBH Jakarta, justru akan semakin tersesat dengan banyaknya aturan pelaksana baru tersebut. Belum lagi ditambah dengan aturan pelaksana lain yang masih berlaku sebelum RUU Omnibus Law Cipta Kerja hadir.
“Pada akhirnya jumlah yang besar ini membuktikan bahwa hipotesis pemerintah tentang efektifitas RUU Cipta Kerja sebagai cara menyelesaikan tumpang tindihnya regulasi di Indonesia tak terbukti,” tulis LBH Jakarta.
LBH Jakarta juga menyebut RUU Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi memudahkan penggusuran di daerah. Hal ini lantaran beleid mengatur kemudahan bagi pengadaan lahan di bawah 5 hektar dengan mengecualikan syarat konsultasi publik, kesesuaian ruang, pertimbangan teknis, bahkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). “RUU Cipta Kerja menunjukkan bagaimana persepsi tentnag pembangunan hanya dimonopoli oleh masyarakat kelas menengah atas,” tulis LBH Jakarta.