Pemerintah Bayar Cicilan Utang, Cadangan Devisa November Turun Tipis

Agatha Olivia Victoria
7 Desember 2020, 12:21
utang, cadangan devisa, pembayaran cicilan utang
ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Ilustrasi. Cadangan devisa Indonesia turun dari US$ 133,7 miliar menjadi US$ 133,6 miliar.

Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2020 sebesar US$ 133,6 miliar, relatif sama dengan akhir bulan sebelumnya yaitu US$ 133,7 miliar. Perkembangan itu terutama dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, penerimaan pajak dan devisa migas, serta pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9,9 bulan impor atau 9,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. "Posisi tersebut juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," tulis Erwin dalam keterangan resminya, Jakarta, Senin (7/12).

Bank sentral menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi.

Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam menjelaskan pengeluaran cadangan devisa sedikit lebih besar daripada penerimaan pada bulan lalu karena pembayaran cicilan bunga dan utang luar negeri pemerintah. Namun,  rupiah stabil cenderung menguat sehingga tidak banyak kebutuhan BI untuk melakukan intervensi valas.

"Saya perkirakan kondisi ini akan terus berlanjut di bulan Desember dan juga tahun depan," kata Piter kepada Katadata.co.id, Senin (7/12).

Maka dari itu, dia menyebut, turunnya cadangan devisa tidak perlu dikhawatirkan, apalagi turunnya sangat kecil. Dinamika cadangan devisa, naik atau turun adalah sebuah kewajaran dan bukan suatu isu.

Menurut Piter, cadangan devisa akan naik ketika penerimaan valas pemerintah lebih besar daripada pengeluaran. Demikian sebaliknya, akan menurun ketika pengeluaran valas lebih besar daripada penerimaan.

Kementerian Keuangan mencatat. utang pemerintah hingga akhir Oktober 2020 mencapai Rp 5.877,71 triliun, melonjak 23,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 3.756,13 triliun. Rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 37,84%, melebar dari target yang ditetapkan tahun ini 37,6%.

"Hal ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat Covid-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional," demikian dikutip dari dokumen APBN KiTa edisi November 2020 yang dirilis Rabu (25/11).

Utang pemerintah masih didominasi oleh penerbitan Surat Berharga Negara Rp 5.028,86 triliun, atau 85,56%. Sementara porsi pinjaman hanya 14,44% atau Rp 848,85 triliun.

Secara perinci, utang dalam bentuk SBN berupa SBN domestik Rp 3.782,69 triliun dan valas Rp 1.246,16 triliun. SBN domestik terdiri dari Surat Utang Negara Rp 3.101,86 triliun besaerta Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara Rp 680,83 triliun. Sedangkan SBN valas terdiri atas SUN Rp 986,15 triliun dan Sukuk Negara Rp 260,01 triliun.

Pinjaman pemerintah berasal dari dalam negeri Rp 11,08 triliun dan luar negeri Rp 837,77 triliun. Utang dari asing berupa bilateral Rp 315,25 triliun, multilateral Rp 837,77 triliun, dan bank komersial Rp 43,43 triliun.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...