Kemenkeu Luruskan PPN Sembako & Pendidikan Khusus untuk Golongan Atas

Agatha Olivia Victoria
14 Juni 2021, 11:27
PPN sembako, PPN, PPN pendidikan, kenaikan tarif PPN, PPN untuk golongan atas, kelompok menengah atas
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ilustrasi. Kementerian Keuangan memastikan, kenaikan tarif PPN sembako hanya berlaku untuk barang-barang yang dikonsumsi kelompok menengah atas.

Pemerintah berencana menghapus pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN sembako alias bahan pangan pokok, serta jasa pendidikan hingga kesehatan. Namun, Kementerian Keuangan memastikan rencana pengenaan pajak tersebut hanya akan berlaku kepada sembako serta pelayanan jasa pendidikan dan kesehatan untuk golongan masyarakat menengah ke atas.

Staf Khusus Menkeu bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin mengatakan, rencana pengenaan PPN untuk beberapa obyek tertentu akan menonjolkan aspek keadilan dan gotong royong. "Masyarakat yang mampu dan kontribusi pajaknya belum optimal akan ditingkatkan," kata Masyita dalam akun Instagram resminya, Senin (14/6).

Ia menjelaskan bahwa pemerintah saat ini memberikan fasilitas pengecualian PPN tanpa mempertimbangkan jenis, harga, dan kelompok yang mengonsumsi. Apapun jenis sembakonya, menurut dia, sama-sama tidak kena pajak.

Masyita pun mencontohkan, beras biasa dan beras premium serta daging sapi biasa dan wagyu yang memiliki harga jauh berbeda tetapi sama-sama tidak kena pajak. Hal ini, menurut dia, menciptakan distorsi. 

Kondisi serupa juga terjadi pada jasa pendidikan. Ia mencontohkan, PPN saat ini tak dipungut untuk pendidikan gratis maupun les privat dan sekolah mahal. "Meskipun sama-sama tidak kena PPN, barang tersebut punya daya beli yang jauh berbeda. Orang yang lebih mampu justru tidak membayar pajak," ujarnya.

Fasilitas PPN yang dianggap tidak tepat sasaran tersebut, kata dia, menjadi dasar pemerintah menyiapkan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tentang reformasi perpajakan dan sistem PPN. Ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan dan kontribusi pajak yang belum optimal akibat pandemi.

Menurut Masyita, peningkatan kepatuhan ini menjadi penting untuk menyokong penerimaan dalam APBN. "Seperti peribahasa, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing," kata dia.

Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai, rencana pengenaan PPN terhadap sembako merupakan sebuah langkah yang tidak hanya akan meningkatkan harga pangan sehingga mengancam ketahanan pangan. Tetapi, juga akan berdampak buruk kepada perekonomian Indonesia secara umum.

"Terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah. Lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi karena harga pangan yang mahal,” ujar Felippa dalam keterangan resminya, Rabu (9/6).

Ia mengatakan bahwa mengenakan PPN kepada sembako akan meningkatkan harga dan memperparah situasi saat ini. Apalagi, ketika pendapatan masyarakat berkurang di tengah pandemi.

Felippa menyebutkan, pangan berkontribusi besar pada pengeluaran rumah tangga dan bagi masyarakat berpendapatan rendah. Belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56% dari pengeluaran rumah tangga mereka. "Pengenaan PPN pada sembako, menurut ia, tentu saja akan memberatkan golongan tersebut," katanya.

Secara lebih umum lagi, lanjut dia, kenaikan harga akan mendorong inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat. Dengan daya beli yang menurun, masyarakat akan mengurangi belanja. Padahal, belanja rumah tangga dan konsumsi pemerintah merupakan komponen pertumbuhan ekonomi negara yang relatif dapat didorong pemerintah dalam jangka pendek untuk memulihkan perekonomian.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...