Resesi Ekonomi, Ancaman Kesejahteraan Negara
Belakangan, resesi ekonomi memang menjadi momok tersendiri di tiap negara terdampak Covid-19. Di awal-awal penyebaran virus corona, beberapa negara saling susul masuk ke jurang resesi. Bahkan, sejumlah negara maju pun pernah mengonfirmasi masuk dalam krisis tersebut, di antaranya Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Italia, Korea Selatan, dan Indonesia.
Pada kuartal II tahun 2021, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07%. Konsumsi berkontribusi pada perekonomian Tanah Air sebesar 5,6% dan investasi mencapai 8%. Dengan begitu, Indonesia berhasil lepas dari jeratan resesi ekonomi.
Apa Arti Resesi Ekonomi?
Resesi ekonomi atau biasa disebut resesi merupakan kondisi ketika menurunnya aktivitas ekonomi yang ditandai dengan lesunya produk domestik bruto (PDB) suatu negara selama dua kuartal berturut-turut. Sederhananya, resesi merupakan kontraksi besar atau pelambatan kegiatan ekonomi.
Meneruskan catatan The Balance, resesi ekonomi disebut sebagai kondisi penurunan secara signifikan dalam kegiatan ekonomi yang terjadi selama beberapa bulan, biasanya lebih dari tiga bulan.
Suatu negara yang terjerumus dalam jurang resesi ekonomi biasanya ditandai dengan merosotnya PDB, kenaikan angka pengangguran, lemasnya penjualan ritel, penurunan pendapatan rill, hingga industri manufaktur yang terpuruk.
Resesi ekonomi juga bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang menyentuh 0% atau bahkan minus. Indikator ini biasa digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan dan perkembangan suatu negara karena bersinggungan langsung dengan naik-turunnya PDB.
Suatu negara bisa dikatakan resesi apabila pertumbuhan PDB sudah negatif selama dua kuartal berturut-turut atau lebih. Tapi, resesi bisa saja menghantam sebelum laporan triwulan dirilis.
Penyebab Resesi Ekonomi
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya resesi ekonomi:
- Inflasi
Inflasi terjadi ketika melambungnya harga barang dan jasa secara terus-menerus hingga mampu menyeret suatu negara ke jurang resesi ekonomi.
Untuk mencegah terjadinya inflasi, beberapa negara menggunakan berbagai cara. Salah satunya, Bank Central Amerika Serikat (AS) yang membuat kebijakan dengan meningkatkan nilai suku bunga guna menekan aktivitas ekonomi. Walaupun cara ini juga berisiko menyebabkan resesi.
- Gelembung Aset
Gelembung aset merupakan salah satu penyebab resesi ekonomi yang terjadi ketika para investor panik lantaran kondisi ekonomi yang carut-marut, lalu beramai-ramai menjual saham yang mereka miliki. Hal ini akan berdampak langsung pada pasar saham dan real estate. Apabila tidak segera diatasi, maka gelembung tersebut akan pecah dan terjadilah panic selling.
- Deflasi
Bertolak belakang dengan inflasi, deflasi terjadi ketika harga barang dan jasa menurun secara terus-menerus. Deflasi cenderung berdampak pada para pemilik usaha yang disebabkan, salah satunya, ketika jumlah produksi yang membeludak secara bersamaan dari beberapa perusahaan, menurunya permintaa barang atau jasa, dan menurunnya jumlah uang yang beredar di pasaran.
- Ketidakseimbangan produksi dan konsumsi
Produksi dan konsumsi yang seimbang menjadi pondasi suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil. Apabila salah satunya lebih tinggi, maka akan terjadi masalah dalam siklus ekonomi. Semisal, angka produksi tinggi, namun angka konsumsi rendah, maka akan terjadi penumpukan stok persediaan barang.
- Nilai impor lebih besar dari ekspor
Impor terjadi ketika negara tidak mampu memproduksi kebutuhannya secara mandiri, sehingga perlu membeli dari negara lain. Namun, nilai impor yang lebih tinggi dari ekspor dapat berakibat pada defisitnya anggaran negara.
- Angka pengangguran
Tenaga kerja jadi salah satu penggerak roda perekonomian. Apabila suatu negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja secara merata, maka akan berakibat pada meningkatnya angka pengangguran. Angka pengangguran yang tinggi bisa berefek pada meningkatnya kriminalitas karena harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Selain itu, ada beberapa fakto lain yang bisa menyebabkan resesi, di antaranya guncangan atau masalah ekonomi mendadak, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berimbas pada penghematan tenaga kerja manusia, dan sebagainya.
Dampak Resesi Ekonomi
Mengutip National Bureau of Economic Research (NBER), resesi ekonomi terjadi ketika jatuhnya aktivitas ekonomi negara yang merambat ke tiap-tiap sektor ekonomi selama lebih dari beberapa bulan, umumnya tiga bulan.
Bila tidak segera di atasi, resesi ekonomi akan mengalami efek domino dan menyerang beberapa sektor lainnya. Misalnya, ketika kegiatan investasi melemah, maka akan berdampak pada goyahnya suatu usaha atau perusahaan. Agar terjauh dari kebangkrutan, perusahaan pun mengambil kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran yang bisa berefek pada menjamurnya kriminalitas.
Resesi ekonomi juga bisa berakibat pada merosotnya produksi barang dan jasa, macetnya kredit perbankan, hingga inflasi yang tak terkendali. Minusnya neraca perdagangan yang berimbas pada cadangan devisa. Selain itu, daya beli melemah, orang-orang kehilangan tempat tinggal, hingga beberapa bisnis dan perusahaan terpakasa gulung tikar.
Dampak resesi umumnya bisa dibagi menjadi 3, yakni:
- Terhadap pemerintah
Ketika jumlah pengangguran meningkat, maka pemerintah dituntut untuk segera mencari solusi agar masyarakat bisa kembali memenuhi kebutuhan hidup dengan lancar. Selain itu, untuk pemulihan ekonomi pemerintah perlu melakukan pinjaman, sebab sumber pendapatan negara yang berasal dari pajak dan non pajak (dalam kondisi resesi ekonomi) cenderung mengalami penurunan.
Dalam kondisi seperti itu, pembangunan di berbagai sektor diharap tetap berjalan agar sejalan dengan kesejahteraan rakyat sehingga berbagai pembayaran perlu dikeluarkan, seperti tunjangan sosial, subsidi dan sebagainya. Bila terus seperti ini, defisit anggaran bukan tidak mungkin terjadi, dan utang pemerintah akan semakin menumpuk.
- Terhadap perusahaan
Kemungkinan suatu perusahaan mengalami pailit semakin besar. Ada beragam pemicu kebangkrutan perusahaan dalam kondisi resesi ekonomi, seperti menipisnya sumber daya riil, anjloknya harga aset berbasis utang, krisis kredit yang berakibat pada penurunan profit. Kalau sudah begini, maka tidak sedikit tenaga pekerja akan kena imbasnya, baik lewat kebijakan pemangkasan gaji hingga PHK.
- Terhadap Pekerja
PHK menjadi mimpi buruk bagi banyak pekerja. Tuntutan memenuhi kebutuhan harian dalam kondisi kehilangan mata pencaharian menjadi beban berat yang harus dipikul tenaga kerja yang mengalami PHK.
Mencegah Resesi Ekonomi
Lantaran dampaknya yang bergitu buruk, sejumlah negara berupaya untuk tidak terjerembab dalam jurang resesi, salah satunya melalu belanja besar-besaran. Belanja besar-besaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan permintaan dalam negeri dan para pemodal tergerak untuk berinvestasi.
Bantuan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) juga bisa membantu menggerakan roda perekonomian negara yang seret. Selain itu, penempatan dana di perbankan dan penjaminan kredit modal kerja untuk korporasi bisa jadi upaya yang tepat untuk mencegah resesi.
Beda Resesi dan Depresi
Sebenarnya, tidak ada perbedaan pasti antara resesi dan depresi ekonomi, namun istilah depresi sering kali merujuk pada kondisi ekonomi yang lebih parah dari resesi dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Depresi ekonomi bisa diihat dari tingkat penurunan PDB dan jangka waktunya. Resesi terjadi ketika PDB anjok di kisaran -0,3% sampai -5,1%. Sementara, penurunan PDB pada tingkat depresi berada di kisaran -14,7% hingga -38,1%.
Ditinjau dari jangka waktunya, resesi terjadi dalam kurun waktu 6 hingga 18 bulan. Sementara, depresi ekonomi bisa melanda suatu negara hingga lebih dari 18 bulan.
Dari skala pengaruhnya, resesi umumnya menimpa satu negara tertentu. Sementara, gejala depresi ekonomi dapat menular secara masif hingga menyebabkan kekacauan ekonomi secara global.
Sepanjang sejarah, Indonesia pernah mengalami beberapa kali resesi, yakni pada 1963, 1997-1998, dan yang terbaru pada 2020 yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 mengalami kontraksi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi di periode Juli-September 2020 sebesar -3,49% yoy.