Surplus Neraca Dagang Maret Diramal Tinggi karena Perang Ukraina
Neraca dagang Maret diperkirakan masih akan surplus, sekalipun tak sebesar bulan sebelumnya. Kenaikan harga komoditas imbas perang Ukraina akan menopang besarnya pertumbuhan ekspor.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan, neraca dagang Maret surplus US$ 2,89 miliar. Surplus ini turun dibandingkan bulan sebelumnya US$ 3,82 miliar.
Meski demikian, surplus tersebut masih cukup besar dan melanjutkan tren surplus selama hampir dua tahun.
"Kenaikan harga komoditas global di tengah perang Rusia-Ukraina tetap menjadi alasan utama terjadinya surplus besar. Ini sangat mendukung kinerja ekspor Indonesia," ujarnya dalam riset, dikutip Senin (18/4).
Kinerja ekspor diperkirakan tumbuh 26,33% dari tahun ke tahun (year on year/yoy). Kinerja ini ditopang oleh pengiriman batu bara dan minyak sawit mentah atau CPO.
Meski begitu, ada risiko volume perdagangan global yang lebih rendah karena banyak mitra dagang utama Indonesia berjuang melawan kenaikan inflasi. Selain itu, aktivitas manufaktur Cina melemah akibat upaya pemerintah menerapkan kebijakan zero covid-19.
Sedangkan impor diperkirakan tumbuh 20,9% yoy. Kondisi ini ditopang membaiknya permintaan domestik seiring mobilitas yang makin longgar, sektor manufaktur yang masih ekspansi, dan kenaikan harga minyak.
Masih tingginya impor juga karena periode musiman yakni permintaan meningkat sejak persiapan ramadan hingga lebaran.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan surplus neraca dagang US$ 2,89 miliar. Kinerja ekspor akan ditopang kenaikan harga CPO 14,8% dari bulan ke bulan (month to month/mtm) dan batu bara 46% mtm. Secara volume juga diramal meningkat.
Kenaikan impor diprediksi terjadi baik dari sisi migas maupun non-migas. Kenaikan impor non-migas karena perbaikan ekonomi, sementara migas berkat periode lebaran.
"Melihat pola musiman setiap tahunnya impor migas cenderung meningkat dalam satu sampai dua bulan jelang lebaran," kata Josua.
Sedangkan Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan surplus neraca dagang US$ 2,6 miliar. Perkiraan ini lebih rendah dari dua ekonom sebelumnya.
Tetapi ia sepakat bahwa ekspor masih akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan impor yakni US$ 22,1% yoy. "Beberapa negara eropa mulai meningkatkan permintaan batu bara dan CPO karena antisipasi kurangnya pasokan komoditas substitusi lainnya," kata David.
Di satu sisi, perbaikan konsumsi masyarakat akan mendorong peningkatan impor barang konsumsi dan bahan baku, termasuk impor BBM. Ia memperkirakan impor tumbuh 18,3%.
Berbeda dari tiga perkiraan sebelumnya, ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky justur melihat surplus neraca dagang Maret akan lebih tinggi dibandingkan Februari. Alasannya, kenaikan ekspor batu bara dan CPO.
Ia memperkirakan surplus di rentang US$ 3,9 - US$ 3,95 miliar.
Namun, ia melihat surplus neraca dagang kemungkinan melambat beberapa bulan mendatang meski masih akan positif. Hal ini seiring peluang kenaikan impor karena aktivitas produksi mulai meningkat.
"Kami estimasi harga komoditas juga akan relatif ternormalisasi, sehingga performa ekspor komoditas nanti nilainya akan perlahan cenderung melambat," ujarnya.