Malaysia Berencana Pangkas Pajak Ekspor Sawit saat RI Larang Ekspor

Agustiyanti
10 Mei 2022, 17:53
sawit, ekspor sawit, larangan ekspor sawit, malaysia
KatadataANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.
Ilustrasi. Harga minyak sawit mentah berjangka telah melonjak sekitar 35% sepanjang tahun ini, ke level tertinggi sepanjang masa.

Kementerian komoditas Malaysia mengusulkan pemangksan pajak ekspor minyak sawit hingga 50% untuk membantu mengisi kekurangan minyak nabati global dan menumbuhkan pangsa pasar produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia itu. Usulan kebijakan ini muncul di tengah penerapan larangan ekspor yang tengah dilakukan pemerintah Indonesia. 

Menteri Industri dan Komoditas Perkebunan Zuraida Kamaruddin mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Reuters pada  Selasa (10/5) bahwa kementeriannya telah mengusulkan rencana pemangkasan pajak ini kepada Kementerian Keuangan. Mereka saat ini telah membentuk sebuah komite untuk melihat lebih rinci usulan kebijakan ini. 

Zuraida menjelaskan, pemerintah Malaysia berpotensi memangkas pajak ekspor sawit dari saat ini sebesar 8% menjadi 4% hingga 6%.  Keputusan ini kemungkinan akan dikeluarkan pada awal Juni. 

Malaysia sedang mencari cara untuk meningkatkan pangsa pasar minyak nabatinya di tengah gangguan pengiriman minyak bumi akibat invasi Rusia ke Ukraina dan langkah Indonesia untuk melarang ekspor minyak sawit. Sebelum larangan ekspor dikeluarkan pemerintah Indonesia, Malaysia menempati posisi kedua sebagai eksportir sawit terbesar di dunia, setelah Indonesia. 

"Dalam masa krisis ini, mungkin kita bisa sedikit bersantai agar lebih banyak minyak sawit yang bisa diekspor," kata Zuraida.

Adapun proposal ini juga meminta Kementerian Keuangan untuk mempercepat pemotongan pajak untuk produsen minyak sawit milik negara, FGV Holdings (FGVH.KL), dan perusahaan dengan produksi oleokimia di luar negeri.

Malaysia juga akan memperlambat implementasi mandat biodiesel B30, yang mengharuskan sebagian biodiesel negara dicampur dengan 30% minyak sawit. Ini dilakukan untuk memprioritaskan pasokan sawit ke industri pangan global dan domestik, katanya.

“Kita harus memprioritaskan sawit untuk memberikan makanan kepada dunia terlebih dahulu,” kata Zuraida.

Minyak kelapa sawit, digunakan untuk beragam kebutuhan mulai dari bahan untuk membuat kue hingga deterjen. Sawit Malaysia kini menyumbang hampir 60% dari pengiriman minyak nabati global. Tidak adanya produsen utama Indonesia telah mengguncang pasar.

Zuraida mengatakan kepada Reuters bahwa negara-negara pengimpor telah meminta Malaysia untuk mengurangi pajak ekspornya. "Mereka merasa itu terlalu tinggi karena tingginya biaya di seluruh rantai pasokan, karena harga minyak nabati," katanya.

Organisasi Pangan dan Pertanian telah memperingatkan bahwa harga pangan, yang mencapai rekor tertinggi pada Maret, masih dapat naik hingga 20% sebagai akibat dari perang Rusia-Ukraina. Hal ini dapat meningkatkan risiko malnutrisi di dunia.

Zuraida mengatakan, pembeli India, Iran dan Bangladesh mengusulkan untuk barter produk pertanian seperti beras, gandum, buah-buahan dan kentang untuk minyak sawit Malaysia.

Harga minyak sawit mentah berjangka telah melonjak sekitar 35% sepanjang tahun ini, ke level tertinggi sepanjang masa. Kondisi ini  semakin memperburuk inflasi pangan global.

Produksi Malaysia tertekan dalam dua tahun terakhir akibat krisis tenaga kerja yang parah. Ini terjadi akibat pembatasan perbatasan virus corona yang menghentikan masuknya pekerja migran.

"Dengan pembatasan perjalanan yang sekarang dilonggarkan, pekerja asing akan mulai berdatangan pada pertengahan Mei," kata Zuraida kepada Reuters. 

Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS telah memberlakukan larangan impor pada dua produsen minyak sawit Malaysia - FGV dan Perkebunan Sime Darby (SIPL.KL) - atas tuduhan bahwa mereka menggunakan kerja paksa dalam proses produksi. Kedua perusahaan telah menugaskan audit independen untuk menyelidiki tuduhan tersebut dan mengatakan mereka akan bekerja sama dengan pihak berwenang AS.

Zuraida mengatakan, akan meminta Bea Cukai AS untuk merinci temuan mereka tentang dugaan pelanggaran perburuhan dan memberi perusahaan Malaysia dalam kunjungannya ke AS. Ini akan dilakukan untuk memperbaiki masalah tersebut sebelum AS menjatuhkan sanksi.

"Kami tidak mengabaikan kemungkinan ini terjadi, tetapi Anda harus memberi kami waktu untuk memperbaikinya," katanya.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...