Dukung Stabilitas Ekonomi, BI Jaga Suku Bunga di Level 6%
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level 6%. Kebijakan ini ditetapkan secara konsisten dalam rangka stabilisasi nilai rupiah dan sebagai langkah preventif hadapi dampak inflasi barang impor.
"Rapat Dewan Gubernur BI pada 20-21 Desember 2023 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga sebesar 6%, suku bunga deposit facility juga tetap sebesar 5,25% dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (21/12).
Melalui kebijakan suku bunga tersebut, Perry berharap, tingkat inflasi nasional tetap terkendali dalam sasaran 3% plus minus 1% pada 2023 dan 2,5% plus minus 1% pada 2024.
Kebijakan ini juga diperkuat dengan implementasi insentif likuiditas dan menurunkan rasio penyanggah likuiditas makroprudensial. Dengan begitu, kredit pembiayaan dapat tetap berlanjut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Terhitung mulai 21 Desember 2023, BI menggunakan nama BI Rate sebagai suku bunga kebijakan menggantikan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate untuk memperkuat komunikasi kebijakan moneter.
Penggantian nama ini tidak mengubah makna dan tujuan BI-Rate sebagai stance kebijakan moneter Bank Indonesia, serta kegiatan operasional tetap mengacu pada transaksi reverse repo Bank Indonesia dengan tenor tujuh hari.
Sebelumnya, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) dari level 5,75% ke level 6% pada Oktober 2023. Kebijakan ini ditetapkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Kemudian pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia November lalu, Perry mengatakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 Day Repo Rate di level 6% hingga 2024.
"Kebijakan moneter pada tahun 2024 akan terus kami perkuat untuk stabilitas ekonomi. Khususnya untuk memastikan terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5% plus minus 1% pada 2024-2025," kata Perry.
Sesuai Ramalan Ekonom
Keputusan tersebut ternyata sesuai dengan ramalan para ekonom. Kepala Ekonom Bank Permata, Joshua Pardede BI memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan 6% karena kondisi eksternal dan tingkat inflasi domestik yang terkendali.
Selain itu, The Fed mulai bergeser ke arah dovish atau melonggarkan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada bulan Desember. Menurut Josua, The Fed juga melihat adanya tren yang berlanjut dari penurunan inflasi meskipun pasar tenaga kerja masih ketat.
“Indeks Harga Konsumen (IHK) AS melambat menjadi 3,0% yoy pada November 2017 dari 3,1% yoy. Sementara Indeks Harga Produsen (PPI) AS mencatat deflasi 0,9% yoy. Kedua kondisi tersebut mencerminkan tekanan inflasi yang lebih rendah di AS,” ujar Joshua.
The Fed juga merevisi turun proyeksi inflasi dan Fed Funds Rate (FFR) untuk tahun depan, namun masih mempertahankan proyeksi pasar tenaga kerja.
“The Fed mengisyaratkan bahwa akan menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps pada tahun 2024, sehingga meningkatkan sentimen risk-on di pasar,” ujar Joshua.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) juga sependapat dengan Josua. BI akan menahan suku bunga berdasarkan tingkat inflasi yang cukup terkendali dan performa nilai tukar rupiah selama bulan November.
“Menimbang berbagai perkembangan terkini, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6% pada Rapat Dewan Gubernur terakhir di tahun ini,” tulis Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam Laporan Seri Analisis Makroekonomi Desember 2023.
Inflasi umum juga meningkat ke 2,86% secara tahunan atau year-on-year pada November 2023. Peningkatan inflasi masih didorong oleh komponen harga pangan, walaupun sumber tekanan inflasi bergeser dari komoditas beras ke komoditas lainnya.