Pemilu 2024 Diperkirakan Hanya Beri Dampak Terbatas Pada Ekonomi RI

 Zahwa Madjid
Oleh Zahwa Madjid - Ferrika Lukmana Sari
12 Januari 2024, 20:06
Pemilu 2024
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (tengah) menyampaikan pendapat disaksikan capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri) dan capres nomor urut satu Anies Baswedan saat adu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri.
Button AI Summarize

Pemilu serentak akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 mendatang. Namun sejumlah ekonom memprediksi gelaran pesta rakyat tersebut tidak akan memberikan efek besar terhadap ekonomi nasional, walau pemerintah telah mengalokasi anggaran dalam jumlah besar.

Kementerian Keuangan misalnya, telah mengelontorkan dana Pemilu sebesar Rp 29,9 triliun pada 2023. Kemudian angkanya meningkat menjadi Rp 38,2 triliun pada 2024 untuk keperluan KPU, Bawaslu, pengawasan masa kampanye hingga logistik.

Tak hanya itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sudah keluarkan dana Rp 443,4 triliun untuk program perlindungan sosial, seperti Bansos pada 2023. Anggaran ratusan triliun itu dikeluarkan demi melindungi daya beli masyarakat kurang mampu atau miskin.

Pasalnya, masyarakat belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19 dan masih harus menghadapi kenaikan harga pangan. Pemerintah pun, akhirnya berinisitif untuk mempertebal anggaran bansos.

Namun besarnya anggaran yang dikeluarkan diperkirakan belum beri efek besar bagi ekonomi. Salah satunya, karena model kampanye Pemilu 2024 juga cukup berbeda dibandingkan tahun Pemilu pada 2014 dan 2019.

Pada tahun sebelumnya, peserta pemilu melakukan kampanye secara besar-besaran dengan mengerahkan massa. Sementara saat ini, mereka lebih memilih alternatif kampanye di media sosial dengan menggunakan Instagram, TikTok, YouTube dan lainnya.

Pemilu Hanya Sumbang 0,20% Terhadap Ekonomi RI

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan dampak kampanye terhadap ekonomi tahun ini tergolong kecil. Dengan perkiraan hanya menyumbang 0,15%-0,20% terhadap perekonomian.

Hal ini disebabkan belanja atribut partai politik (parpol) akan dikuasai dan dikelola sendiri oleh calon legislatif (caleg) ataupun tim sukses calon presiden.

Padahal, pada Pemilu tahun-tahun sebelumnya, terdapat tren kenaikan omzet pada Unit Usaha Kecil Menengah (UMKM) namun tren ini tidak terlihat pada pesta demokrasi tahun ini. Biasanya, UMKM dapat proyek untuk mengerjakan atribut parpol.

“Sekarang atribut kampanye itu banyak dicetak oleh para caleg sendiri karena partainya memiliki percetakan jadi mereka tidak terlalu banyak melakukan outsourcing di luar. Maka dari itu uang beredarnya tidak cukup tinggi,” ujar Bhima kepada Katadata.co.id, Jumat (12/1).

Hal ini tercermin dari likuiditas perekonomian atau uang beredar tumbuh melambat. Bank Indonesia (BI) mencatat, uang beredar hanya tumbuh 3,3% yoy menjadi Rp 8.573,6 triliun pada November 2023. Perlambatan ini diperkirakan berlanjut pada 2024.

Konsumen Menahan Laju Belanja dan Investasi

Selain uang beredar tumbuh melambat, Bhima juga menilai pemilu 2024 berbeda dengan pemilu 2019 yang mana Presiden Jokowi mencalonkan diri untuk kedua kalinya. Maka dari itu, banyak pengusaha dan konsumen kelas menengah ke atas khawatir terhadap perubahan politik.

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...