Pemerintah Masih Kaji Rencana Kenaikan Tarif PPN 12%

Ferrika Lukmana Sari
20 Maret 2024, 11:33
PPN
KATADATA/AGATHA OLIVIA
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo berpose untuk media setelah dilantik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (01/11). Suryo menggantikan Robert Pakpahan yang memasuki masa pensiun.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo memastikan pemerintah terus mengkaji kebijakan terkait kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 mendatang. 

Dia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut telah ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, pemerintah juga memantau perkembangan terkini.

“Kajian akan terus kami jalankan, dan transisi pemerintah juga akan terjadi. Jadi kami juga menunggu,” ujar Suryo dikutip dari Antara, Rabu (20/3).

Hal ini disampaikan Suryo saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta pada Selasa (19/3). Pernyataannya tersebut merespons pertanyaan Komisi XI DPR yang meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan kenaikan PPN 12%.

Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerapan tarif PPN 12% tetap akan mengikuti peraturan dan fatsun politik atau etika politik yang santun. Maka dari itu, kenaikan tarif PPN akan menjadi keputusan pemerintahan baru.

“PPN 12% itu sesuai dengan fatsun politiknya saja, undang-undang harmonisasi perpajakan (UU HPP) yang dibahas kita semua [sudah] setuju, namun kita juga harus menghormati pemerintahan baru, “ ujar Sri Mulyani pada kesempatan yang sama.

Dia menegaskan, bahwa dalam pemerintahan baru nanti juga akan ada pembahasan mengenai target penerimaan pajak. “Jadi kalau targetnya penerimaan masih pakai PPN 11%, nanti disesuaikan targetnya dengan UU HPP dan akan disesuaikan,” ujarnya.

Berdampak Pada Pelemahan Daya Beli Masyarakat

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menilai kenaikan PPN 12% akan berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat, terutama kalangan kelas menengah yang pendapatannya di kisaran Rp 4 juta - Rp 5 juta per bulan.

Menurut Eddy, ada perbedaan kelompok kelas menengah dengan kelompok bawah atau masyarakat miskin yang menjadi target sasaran kebijakan bantuan sosial (bansos) pemerintah. Sebab, kelompok menengah tidak memiliki ketahanan yang cukup untuk mengakomodasi dampak kenaikan inflasi.

Sementara itu, kelompok menengah memiliki peran signifikan dalam menopang perekonomian. Bila kelompok ini tidak mendapatkan perhatian, ada kemungkinan masyarakat kelas menengah turun kelas ke kelompok miskin. “Kami ingin agar kenaikan PPN 12% dikaji kembali,” ujar Andreas.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kenaikan tarif PPN 12% pada 2024 akan dibahas lebih lanjut dan dilaksanakan oleh pemerintahan selanjutnya.

Dia juga menjelaskan bahwa tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan yang paling tinggi 15%. Namun, kata Airlangga, penyesuaian peraturan itu tergantung dari kebijakan pemerintah selanjutnya. Airlangga menyebut kenaikan PPN akan dibahas lebih lanjut dalam penyusunan APBN 2025 pada bulan depan.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...