Efek Pelemahan Rupiah, Utang RI Bisa Jebol Rp 10.000 Triliun
Sejumlah ekonom memperkirakan pelemahan rupiah akan berdampak pada peningkatan jumlah utang Indonesia. Tak tanggung-tanggung, utang pemerintah diperkirakan bisa menyentuh angka Rp 10.000 triliun.
Kementerian Keuangan mencatat, utang pemerintah sudah mencapai Rp 8.253,09 triliun hingga Januari 2024. Sehingga, ada kemungkinan penambahan utang baru Rp 1.746,91 triliun jika tembus Rp 10.000 triliun akibat pelemahan rupiah.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira memperkirakan utang pemerintah bisa mencapai Rp 10.000 triliun pada semester pertama tahun 2025.
“Awal tahun depan, sangat mungkin [utang] bisa menembus Rp 10.000 trilun kalau terjadi lonjakan pada suku bunga karena konflik geopolitik yang juga akan meningkatkan risiko," ujar Bhima kepada Katadata.co.id, Jumat (19/4).
Dengan kondisi itu, menurut Bhima, pemerintah akan menerbitkan surat utang baru karena pendapatan ekspor akan berkurang, sementara kebutuhan impor minyak untuk BBM meningkat. Hal ini berpotensi memperlebar defisit APBN.
“Subsidi energi akan membengkak, kemudian ada penyesuaian dari sisi tarif listrik dan tarif produksi. Ini membuat defisit APBN semakin melebar. Sehingga, ada urgensi penerbitan utang baru di luar rencana awal,” ujarnya.
Potensi Rupiah Menguat dan Konflik Geopolitik Mereda
Menurut Ekonom CORE Yusuf Manilet, kemungkinan utang pemerintah mencapai Rp 10.000 triliun bisa saja terjadi, tapi tidak dalam waktu dekat. Apalagi, rupiah masih berpotensi kembali menguat.
"Masih banyak faktor yang akan bisa memperkuat kembali nilai tukar rupiah dan masih terlalu dini untuk menyimpulkan masalah geopolitik akan berlangsung lama," ujarnya.
Selain itu, kata Yusuf, dampak kenaikan harga minyak dunia bersifat jangka pendek. Sehingga, dampaknya tidak akan terlalu signifikan terutama terhadap kenaikan utang pemerintah.
Di sisi lain, secara total proporsi utang pemerintah dengan kurs valuta asing (valas) masih lebih kecil jika dibandingkan dengan utang pemerintah dalam bentuk rupiah.
Kementerian Keuangan mencatat, total utang pemerintah melalui penerbitan surat berharga negara mencapai Rp 7.278,03 triliun pada Januari 2024. Terdiri surat utang domestik Rp 5.873,38 triliun dan valas Rp 1.404,65 triliun.
Antisipasi Pinjaman Dalam Bentuk Dolar AS
Yusuf justru mengantisipasi dampak pinjaman pemerintah berbentuk dolar AS. Karena saat ini, proporsi pinjaman luar negeri berdenominasi dolar AS mendominasi utang pemerintah dari total pinjaman.
Tercatat, pinjaman dari luar negeri mencapai Rp 938,83 triliun, atau mendominasi total pinjaman pemerintah pada Januari 2024. Sementara pinjaman dalam negeri hanya sebesar Rp 36,23 triliun.
Jika pinjaman ini jatuh tempo pada tahun 2024, maka utang akan membengkak karena ada selisih nilai tukar rupiah yang berasal dari pinjaman luar negeri. Selisih perhitungan ini terjadi karena nilai tukar dolar AS makin mahal terhadap rupiah.
“Selain itu, ada biaya komitmen dari pinjaman luar negeri yang diberikan. Ketika tidak digunakan secara baik, maka commitment fee ini akan lebih besar, karena ada selisih dari pelemahan rupiah,” ujarnya.