Siap-siap, Minuman Manis Bakal Kena Cukai di 2025

Rahayu Subekti
19 Agustus 2024, 16:20
cukai
ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/tom.
Calon konsumen memilih minuman kemasan di sebuah pusat perbelanjaan, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (5/7/2024). Kementeria Perindustrian berencana menerapkan aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk membatasi kandungan gula dalam proses produksi industri makanan dan minuman olahan sebagai strategi yang lebih baik ketimbang penerapan cukai guna menekan konsumsi gula masyarakat.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pemerintah berencana untuk mengenakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan. Kebijakan ini bertujuan untuk mengerek penerimaan negara dari cukai.

Dalam dokumen Buku II Nota Keuangan Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah membidik penerimaan cukai pada tahun depan sebesar Rp 244,19 triliun atau tumbuh 5,9% dari outlook 2024 sebesar Rp 230,5 triliun.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan melalui ekstensifikasi cukai dalam rangka mendukung implementasi Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP. Pada dasarnya, pemerintah sudah menetapkan kebijakan untuk mendukung penerimaan negara melalui sejumlah hal.

Salah satunya berupa kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada MBDK untuk menjaga kesehatan masyarakat. “Pengenaan cukai terhadap MBDK tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula dan atau pemanis yang berlebihan,” tulis Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 dikutip Senin (19/8).

Mendorong Industri Rendah Gula

Pengenaan cukai tersebut juga dimaksudkan untuk mendorong industri reformulasi produk MBDK yang rendah gula. Dengan begitu, diharapkan dapat mengurangi eksternalitas negatif bagi kesehatan masyarakat bagi kesehatan masyarakat yaitu dengan menurunnya prevalensi penyakit tidak menular atau PTM pada masyarakat.

Pemerintah mengakui implementasi atas pengenaan cukai MBDK tersebut juga memiliki risiko, namun dinilai sangat minim terhadap inflasi dan daya beli masyarakat.

Dibalik risiko tersebut, pengenaan cukai MBDK dapat menjadi kompensasi atas beban kesehatan akibat konsumsi gula dan atau pemanis secara berlebih, sehingga membebani anggaran kesehatan. Sehingga, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan produktivitas SDM Indonesia.

“Risiko implementasi keberlanjutan reformasi dan penerapan cukai MBDK tersebut di atas dimitigasi dengan langkah-langkah pengendalian inflasi dan komitmen pemerintah dalam penguatan perlindungan sosial,” tulis dokumen tersebut.

Selain itu, pemerintah juga memandang kebijakan tersebut juga membutuhkan langkah antisipasi agar positif dari sisi ekonomi. Khususnya dalam peningkatan penerimaan perpajakan.

Pengenaan cukai tersebut untuk menyikapi perkembangan penerimaan selama lima tahun terakhir. Pemerintah mencatat penerimaan cukai pada 2023 turun 2,2% karena penurunan produksi hasil tembakau sigaret kretek mesin atau SKM golongan I dan sigaret putih mesin atau SPM golongan I.

Pada 2024, penerimaan cukai diperkirakan akan kembali tumbuh 3,9%. Hal ini seiring dengan upaya pengawasan dan penindakan Barang Kena Cukai atau BKC ilegal. Meskipun begitu, dalam RAPBN 2025, pemerintah belum memasang target penerimaan cukai MBDK.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...