Kejar Produksi 1 Juta Barel, Pemerintah Diminta Rayu Investor Kakap
Komisi VII DPR berharap pemerintah dapat mempertahankan perusahaan-perusahaan migas kakap yang sudah ada agar tetap berinvestasi demi mencapai target produksi minyak 1 juta barel (bopd) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (mmscfd) pada 2030. Apalagi, capaian lifting saat ini terus menurun.
Sebab, untuk mencapai target tersebut, Indonesia membutuhkan investasi hingga US$ 187 miliar atau lebih dari Rp 2.663 triliun hingga 2030. Artinya sekitar US$ 18,7 miliar atau Rp 266 triliun per tahun. Sedangkan realisasi investasi di sektor ini hanya US$ 10-11 miliar atau Rp 142-156 triliun per tahun.
Perusahaan-perusahaan migas kakap dinilai memiliki teknologi, kemampuan finansial serta kemampuan untuk melakukan kegiatan eksplorasi secara angka panjang. Mereka mampu melakukan pengembangan blok migas di daerah yang sulit dijangkau.
"Kita tidak bisa lagi mendapatkan berita investor ingin hengkang. Kita sudah melihat Shell sudah tinggalkan Indonesia, Chevron di Rokan dan IDD (Indonesia Deepwater Development), dan Total. 8 tahun mulai dari sekarang perlu adanya upaya ekstra," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno kepada Katadata.co.id, Kamis (23/12).
Eddy pun mendorong perbaikan fiscal term dan insentif bagi sektor hulu migas guna menarik minat para investor, serta berkomunikasi dan bermitra dengan sejumlah perusahaan migas pelat merah asal Cina maupun Timur Tengah. "Karena mereka memiliki kemampuan finansial dan berani mengambil risiko," ujarnya.
Dia juga mendesak supaya masalah tumpang tindih lahan dalam sektor hulu migas dapat segera dituntaskan. Dengan berbagai masalah yang saat ini dihadapi industri migas, Eddy bersama Komisi VII akan mempercepat pembahasan Revisi UU Migas.
"Agar beberapa hal yang perlu kita revisi terutama dari aspek kelembagaan badan yang mengatur hulu migas bisa segera ada kepastian," katanya.
Sebelumnya Menteri ESDM Arifin Tasrif menilai target 1 juta barel minyak pada 2030 mustahil untuk dicapai jika tak ada peningkatan investasi yang signifikan. Ia memaparkan untuk mencapai target tersebut dibutuhkan investasi sekitar US$ 187 miliar atau Rp 2.663 triliun selama 10 tahun ke depan.
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai angka makro besaran investasi yang dikemukakan Menteri ESDM bagus. Namun jumlah tersebut perlu di detailkan kembali.
"Investasi eksplorasi dimana, oleh siapa besarannya berapa dan kapan. Investasi eksploitasi EOR misalnya dimana saja oleh siapa besarannya berapa dan kapan, breakdown setiap tahunnya seperti apa," katanya.
Kemudian berapa jumlah sumur yang akan dibor dan rinciannya di lapangan mana saja. Pasalnya, jika hanya melipatgandakan jumlah sumur, tetapi di lapangan eksisting hasilnya hanya akan menahan laju penurunan produksi.
Revisi UU Migas sendiri diharapkan bisa menjadi salah satu jawaban untuk menuntaskan persoalan yang industri hulu migas alami saat ini dalam aspek regulasi. Dengan catatan jika hal tersebut dilakukan dengan benar.
"Tetapi itu kan juga baru landasan awal bagi aspek regulasinya saja. Setelah itu, jelas perlu langkah-langkah implementasinya yang lebih konkrit dan terukur," kata dia.