Dukung Industri Baterai, ESDM Tetapkan Royalti Bijih Nikel Limonit 2%

Muhamad Fajar Riyandanu
7 Maret 2023, 20:16
tarif royalti nikel kadar rendah limonit
PT Antam TBK
Ilustrasi bijih nikel.

Kementerian ESDM menerapkan tarif royalti terhadap bijih nikel kadar rendah atau limonit sebesar 2% dari harga pasar. Tarif tersebut jauh lebih rendah dibandingkan bijih nikel kadar tinggi saprolit yang umumnya diolah untuk menghasilkan feronikel sebagai bahan baku besi dan baja anti karat.

Ini menjadi satu dari beragam insentif pada sektor hulu yang berorientasi kepada penciptaan pabrik dan industri baterai listrik. Meski begitu, insentif royalti tersebut belum berdampak signifikan pada pengembangan pabrik bahan baku produksi baterai.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM, Agus Tjahjana, menyampaikan bahwa bijih nikel limonit kadar rendah 0,8-1,5% merupakan bahan baku utama produksi nikel sulfat atau kobalt sulfat. Dua produk antara itu merupakan bahan baku komponen baterai.

Regulasi mengenai tarif wajib penerimaan negara bukan pajak (PNBP) itu tertulis di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

"Karena biaya untuk membuat baterai itu besar, jadi supaya murah untuk bahan baku baterai bagi pabrik," kata Agus saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Selasa (7/3).

Menurut Agus, pengolahan bijih nikel limonit di dalam negeri masih rendah. Hal ini didorong oleh nilai invetasi yang cukup besar, yakni paling minim US$ 1 miliar. Sejauh ini, baru ada satu pabrik pengolahan limonit di Indonesia milik Harita Group.

Pabrik pengolahan yang terletak di Halmahera Selatan, Maluku Utara ini mulai aktif pada Juni 2021. Pabrik ini mampu mengolah bijih nikel limonit menjadi campuran padatan hidroksida dari nikel dan kobalt atau Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).

Pemurnian nikel dengan proses hidrometalurgi High Pressure Acid Leaching atau HPAL itu memiliki kapasitas produksi MHP sebesar 365 ribu ton per tahun. MHP merupakan produk antara dari proses pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah sebelum diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.

Lebih lanjut, kata Agus, insentif royalti 2% untuk bijih nikel kadar rendah juga ditujukan untuk menggaet investasi pada pembangunan pabrik pengolahan nikel berteknologi HPAL yang mampu mengolah bijih nikel limonit hingga pengadaan pabrik prekusor.

"Supaya bisa bersaing. Produk dari HPAL ini kan untuk prekusor, kalau yang di awal sudah mahal maka yang selanjutnya juga mahal. Jadi dari awal sudah diberikan insentif," kata Agus.

Agus pun menyampaikan bahwa hasil pengolahan bijih nikel kadar rendah mayoritas di jual ke pasar ekspor karena belum tersedianya pabrik pengolahan lanjutan untuk produk prekusor di dalam negeri. "HPAL milik Harita sudah jalan, tapi hasilnya langsung diekspor," ujar Agus.

Ketetapan royalti 2% pada nikel limonit merupakan langkah Kementerian ESDM untuk menjalankan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2009 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

Melalui Perpres tersebut, ujar Agus, tiap-tiap kementerian dan lembaga diwajibkan untuk mendukung percepatan program kendaraan listrik lewat pengesahan regulasi yang mendukung.

Dia mencontohkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan insentif di sisi hilir lewat pemberian insentif pembelian kendaraan listrik.

Sementara Kementerian ESDM memberikan kemudahan di sisi hulu lewat pengenaan pemangkasan royalti pada bijih nikel kadar rendah. "Kalau Pemda DKI misalnya membebaskan ganjil-genap kepada pengguna kendaraan listrik," kata Agus.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...