Sumber Paparan Gas H2S di PLTP Sorik Marapi Belum Diketahui
PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP), menyebut insiden paparan gas hidrogen sulfida (H2S) di lokasi sumur AAE-05, Desa Sibangor Julu, Mandailing Natal, Sumatera Utara, pada Minggu (6/3) kemarin, bukan berasal dari aktivitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana pada Kamis (17/3), Direktur Utama SMGP, Riza Pasikki mengatakan bahwa paparan gas H2S muncul secara alami dari wilayah sekitar Desa Sibangor Julu.
Riza menjelaskan, pada saat itu, PLTP Sorik Marapi tengah melakukan uji sumur pada pukul 16.05 WIB. 55 menit berselang, proses uji sumur dihentikan karena adanya dugaan laporan paparan H2S dari warga. Namun saat dilakukan pemeriksaan, tidak ada tanda-tanda kebocoran gas di area PLTP.
“Fakta di lapangan kami tidak menemukan fakta yang ditemukan bahwa uji alir itu menyebabkan H2S. penyebab keluhan yang mencium bau menyengat yang diduga H2S tidak mengarah pada kegiatan uji alir, tapi kami meyakini ini H2S,” kata Riza.
Saat menjalani uji sumur AAE-05, sumur yang dalam kondisi tertutup akan membuat akumulasi gas di dekat kepala sumur seiring dengan berjalannya waktu. Salah satu gas yang terkadung yakni H2S yang dinilai paling beracun dari jenis gas lainnya.
“Untuk menetralisir H2S, maka sumur terlebih dahulu dialiri cairan natrium hidroksida (NaOH), kemudian sumur dibuka dan dapat dialirkan ke silencer,” sambung Riza.
Sebagai informasi sebanyak 58 warga Desa Sibangor Jalu mengeluhkan gangguan kesehatan akibat insiden ini. Sebanyak 36 warga menjalani rawat inap dan 22 lainnya menjalani rawat jalan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, menjelaskan Desa Sibangor Julu berjarak 500 meter dari lokasi kejadian. Menurutnya, kecil kemungkinan jika insiden tersebut berasal dari wilayah PLTP.
“Kami melihat lokasi manifestasi yang megeluarkan H2S secara alami. Dari pengujian dari volume tidak terlalu besar dan tidak memungkinkan untuk sampai ke desa tersebut, konsentrasinya tinggi tapi kecil dan bisa dinormalkan oleh udara. Jadi sampai ke penduduk tidak berbahaya. Jadi kami belum bisa memastikan ini dari mana,” ujar Dadan.
Menanggapi penjelasan dari Riza dan Dadan, anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Diah Nurwitasari meminta Kementerian ESDM untuk senantiasai memperbarui teknologi dalam upaya mengeksplorasi dan produksi panas bumi.
Sehingga, lanjut Diah, berbagai macam kecelakaan dan kesalahan bisa semakin diminimalisir. “Artinya jika dengan teknologi baru masih terjadi masalah, maka perlu dilihat lagi sumber daya manusia dan manajemen serta kontrol SOP,” kata Diah.
Sebegai informasi, PLTP Sorik Marapi pernah mengalami kebocoran gas di salah satu sumurnya pada Januari 2021. Insiden tersebut mengakibatkan 5 orang pekerja tewas.