Cara Bojonegoro Hindari Kutukan Sumber Daya Alam

Nur Farida Ahniar
20 Juni 2017, 14:29
Blok Cepu
Katadata
Blok Cepu

Melalui pengelolaan dana bagi hasil migas yang efektif dan terencana, kekayaan migas terbukti menjadi berkah. Persentase penduduk miskin berkurang dari 28 persen pada 2008 menjadi kurang dari 14 persen pada 2015.

Ada sebuah istilah yang cukup populer di bidang ekonomi, yakni “kutukan sumber daya alam.” Ini adalah sebuah istilah yang ditujukan kepada negara atau wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam secara melimpah, namun tidak mampu mengelolanya dengan benar. Akibatnya, yang terjadi bukan keberkahan, melainkan bencana atau kutukan yang didapat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan pada November 2016 bahwa kekayaan sumber daya alam akan menjadi berkah bagi negara yang mampu mengelolanya dengan baik. Contohnya adalah Norwegia. Negara ini tak mau menghamburkan dana yang diperoleh dari migas, melainkan menyisihkan sebagian untuk menjadi tabungan masa depan dan sumber kekuatan ekonomi jangka panjang.

Sebaliknya, kutukan atau bencana dialami oleh negara-negara yang menjadikan kekayaan sumber daya alam sebagai sumber penerimaan utama. Mereka cenderung tidak bekerja keras, sembrono, bahkan kerap terjadi korupsi hingga perang karena berebut sumber daya alam. Ketika harga komoditas jatuh, negara-negara tersebut pun kelimpungan.

Dampak buruk akibat kejatuhan harga komoditas bukan hanya dirasakan di level negara. Di level kabupaten pun merasakan dampak negatif lantaran harga minyak bumi semakin merosot pada 2015. Pada saat itu, banyak kabupaten yang dikenal sebagai daerah kaya minyak dan gas kerepotan. Penyebabnya, penerimaan dana bagi hasil (DBH) migas yang selama ini digunakan sebagai tulang punggung anggaran negara mengalami penyusutan secara tajam.

Sebut saja misalnya Kutai Kartanegara (Kukar). Dana bagi hasil migas yang diperoleh daerah ini anjlok 78 persen pada 2015. Padahal, Kukar merupakan salah satu daerah penerima DBH migas terbesar sejak 2001 . Namun, kebijakan Pemda yang mengandalkan migas sebagai penerimaan utama bagi daerah membuat Kukar kesulitan membiayai pembangunan dan aktivitas ekonomi.

(Baca juga: Harga Minyak Rontok, Dana Daerah Anjlok)

Tidak adanya pengelolaan dana migas yang efektif dan berjangka panjang membuat Kukar kesulitan. Penurunan DBH yang cukup tajam membuat Kukar harus memberhentikan ratusan tenaga honorer pada 2016. Kukar juga menghentikan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur. Agar bisa menjalankan kegiatan ekonomi dan pembangunan daerah, Pemda Kukar malah menuntut mendapatkan DBH lebih besar dari pemerintah pusat. Bupati Kukar Rita Widyasari menilai porsi DBH migas sebesar 6,2 persen dari produksi minyak bumi dan 12,2 persen dari gas bumi masih sangat minim bagi daerah. "Kita ingin porsinya sebesar 30 persen, yaitu 10 persen dari minyak dan 20 persen dari gas bumi," ujarnya.

Maryati, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) khawatir turunnya penerimaan DBH migas berdampak pada program-program penting, seperti pendidikan dan kesehatan. Apalagi, Kukar merupakan kabupaten dengan  penerima beras miskin terbanyak di Kalimantan Timur. Tingkat kemiskinan Kukar tercatat 7,99 persen (2015) atau lebih tinggi dibanding rata-rata persentase kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 6,1 persen.  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kukar juga lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Kalimantan Timur yaitu sebesar 72,19 dibawa rata-rata Kaltim sebesar 74,59. Seperti ditulis CNN Indonesia, Maryati menyarankan seharusnya sebagai penerima DBH terbesar, Kukar menyisihkan dana cadangan dari penerimaan migas. Dengan begitu, Kukar bisa mengantisipasi saat harga minyak jatuh.

Transparansi Pengelolaan Dana Bagi Hasil Migas Bojonegoro

Namun, tak semua daerah kaya migas bernasib seperti Kukar yang terpukul akibat kejatuhan harga minyak mentah dunia. Bagi daerah yang sudah mengelola DBH Migas dengan efektif dan terencana, dampak buruk kemerosotan harga dan produksi minyak bisa dihindari. Salah satu contohnya adalah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Bupati Bojonegoro Suyoto benar-benar menyadari bahwa kutukan sumber daya alam merupakan ancaman yang nyata. Menurut dia, kekayaan sumber daya alam tidak akan mendatangkan manfaat optimal bagi daerah jika tidak dikelola secara baik. “Karena itu, kami belajar bagaimana cara menghindari kutukan sumber daya alam,” ujar dia.

(Baca juga: Daerah Migas Jangan Terjangkit Mental Pesta)

Halaman:
Reporter: Nur Farida Ahniar
Editor: Heri Susanto
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...