Cara Bojonegoro Hindari Kutukan Sumber Daya Alam

Nur Farida Ahniar
20 Juni 2017, 14:29
Blok Cepu
Katadata
Blok Cepu

Sebagai daerah penghasil migas, Bojonegoro memperoleh jatah DBH Migas dari produksi empat lapangan minyak, yaitu Lapangan Banyu Urip (Blok Cepu), Sukowati, Tiung Biru dan sumur tua Wonocolo. Bojonegoro memiliki potensi minyak bumi sebesar 0,6-1,4 miliar barel dan potensi gas 1,7-2 triliun kaki kubik. Pada saat produksi puncak, daerah ini akan menghasilkan 170-205 ribu barel per hari (BOPD).

Untuk menghindari kutukan sumber daya alam, Bojonegoro mengatur tata kelola pemerintahan dengan mengikuti produksi dan harga migas. Ketika terjadi puncak produksi, pemkab justru mengatur penghematan anggaran. Dana pun dikelola secara transparan. “Jangan sampai uang migas dihambur-hamburkan, itu sama bahayanya,” kata pria yang kerap disebut Kang Yoto ini.

Pemkab Bojonegoro membatasi penggunaan DBH Migas hanya untuk tiga hal saja. Pertama, membangun pelayanan publik dan infrastruktur, seperti pendidikan dan kesehatan. Kedua, peningkatan sumber daya manusia (SDM), seperti memberikan beasiswa bagi Siswa Lanjut Tingkat Atas (Rp 2 juta per anak). Ketiga, membangun stabilitas fiskal dengan berinvestasi pada sektor produktif dan pembentukan dana abadi migas.

Dana abadi migas merupakan dana yang disisihkan dari sebagian pendapatan yang diperoleh dari sektor migas. Dana ini menjadi tabungan bagi generasi mendatang, menjamin pembangunan jangka panjang, serta untuk mendukung stabilitas fiskal. Misalnya, pada 2016, Pemkab menyisihkan Rp 100 miliar untuk dana abadi migas.

Kebijakan untuk alokasi dana abadi migas ini ditetapkan dalam peraturan daerah Kabupaten Bojonegoro. Pembuatan draf Raperda dan Naskah Akademik dana abadi migas ini memakan waktu panjang, dari Desember 2014 hingga Juni 2016. Dalam menyusun raperda, Pemkab melibatkan Perwakilan DPRD, Bojonegoro Institute, Natural Resource Government Institute (NRGI), World Bank, UNDP dan pihak lainnya. Raperda juga dikonsultasikan pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bappenas dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Penghimpunan dana abadi migas akan berlangsung setiap tahun dalam jangka waktu selama 30 tahun dan bisa diperpanjang. Adapun sumber pendanaan berasal dari DBH migas, DBH Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan, dan participating interest (PI). Pengelola dana abadi ini berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai rekomendasi Kementerian Keuangan. Dengan bentuk itu, dana abadi ini terpisah dari rekening kas daerah sehingga dananya tidak masuk kategori idle cash (dana menganggur).

Melalui pengelolaan DBH migas yang efektif dan terencana, kekayaan migas terbukti menjadi berkah bagi lingkungan sekitarnya. Itu tercermin dari membaiknya sejumlah indikator ekonomi Bojonegoro. Persentase penduduk miskin berkurang dari 28 persen pada 2008 menjadi kurang dari 14 persen pada 2015.

Pada periode yang sama, persentase balita kurang gizi menurun dari 14,2 persen menjadi 5,1 persen pada 2015. Akses air bersih dan sanitasi juga meningkat dari 57,9 persen menjadi 79,3 persen. Tingkat pengangguran terbuka berkurang dari 5,9 persen menjadi 3,1 persen. Pada 2008, sebanyak 80 persen infrastruktur jalan dan jembatan ke desa mengalami kerusakan. Namun, pada 2015, berangsur membaik dan berkurang menjadi 19,8 persen.

Untuk perbaikan kualitas sumber daya manusia, selain memberikan beasiswa bagi siswa SMA, Pemkab menaikkan anggaran pelatihan guru, membiayai dokter spesialis dan menggelar pelatihan tenaga kerja. Sedangkan, untuk pemberdayaan pedesaan, Pemkab menyisihkan 12 persen APBD Bojonegoro untuk dana desa melalui Alokasi Dana Desa (ADD). Mereka juga memberikan insentif investasi bagi pelaku usaha yang mau membangun kawasan pedesaan yang termiskin.

Sebagai antisipasi jangka panjang saat produksi minyak habis, Bojonegoro juga menyiapkan alternatif sumber ekonomi. Pemkab membuat sejumlah inovasi kebijakan terkait pengelolaan kekayaan sumber daya alam, seperti pembuatan peraturan daerah tentang konten lokal yang berisi pemenuhan tenaga kerja lokal yang diperkerjakan di sektor migas. Langkah ini juga berguna untuk mengantisipasi konflik akibat dampak kegiatan ekstraktif.

Di luar itu, untuk investasi produktif, Bojonegoro mengalokasikan dana untuk membeli saham Bank Jatim. Jika sebelumnya Bojonegoro merupakan debitor terbesar Bank Jatim, setelah 2012 Bojonegoro adalah kreditur ketiga terbesar di Bank Jatim. Pemkab Bojonegoro juga menanamkan investasi ke BPR Bojonegoro sebesar Rp 230 miliar dan Bank UMKM Jawa Timur sebagai pemegang saham kedua terbesar.

Manfaat lain dari sektor migas di Bojonegoro adalah kontribusi yang besar atau hampir separuh bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Apalagi, saat produksi minyak makin meningkat, pertumbuhan ekonomi pun terdongkrak. Buktinya, saat produksi minyak melonjak 40 persen menjadi 30 juta barel pada 2015, pertumbuhan ekonomi daerah ini mencapai sebesar 19,9 persen atau naik dari 2,3 persen pada tahun sebelumnya.

Belajar dari berbagai manfaat yang diperoleh Bojonegoro tersebut, tak bisa dimungkiri bahwa pengelolaan sumber daya alam yang baik dan transparan akan membawa berkah bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kutukan sumber daya alam terbukti dapat dihindari.

Halaman:
Reporter: Nur Farida Ahniar
Editor: Heri Susanto
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...