Bagaimana Kelanjutan Bisnis Penerbangan di Indonesia Pasca-pandemi?

Arista Atmadjati, SE.MM
Oleh Arista Atmadjati, SE.MM
5 Juli 2022, 07:05
Arista Atmadjati
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Dosen International University Liaison Indonesia (IULI) Aviation Management.Chairman Aviation School AIAC

Bentuk dukungan dari Kementerian Perhubungan, bisa berupa tarif sewa biaya navigasi, misalnya. Juga biaya lalu-lintas udara, sewa parkir di airport, biaya ground handling sesuai jamnya, beda tarif penerbangan saat peak season atau low season. Tarif menjadi variabl, ada tarif yang peak season dan low season serta working hours sehingga jangan sampai ada tarif di bandara cenderung flat.

Market yang bisa didorong oleh maskapai saat ini dari korporasi dan pebisnis, mengingat tarif masih cenderung mahal. Mungkin bagi wisatawan kalau sendiri masih ada daya belinya. Tetapi wisatawan yang pergi berempat atau berlima, bahkan sekeluarga, dengan tarif sekarang akan berat.

Belum lagi menanggung biaya kuliner, masuk destinasi wisata, hingga local transport. Kalau dijumlah, komponen tiket pesawat menjadi 60 % lebih sehingga kurang fair bagi orang yang pergi dengan tujuan pariwisata, kecuali tujuan korporasi atau tujuan bisnis. 

Kondisi makro ekonomi Indonesia juga menjanjikan di 2022 kalau tidak ada hal-hal di luar geopolitik internasional maupun domestik. Prediksi Menteri Keuangan, pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,5 %. Ini sudah bagus, artinya akan terjadi pergerakan orang maupun barang untuk naik pesawat. Belum lagi proyek pembangunan Ibu Kota Baru yang bakal menggerakkan trafik orang dan barang ke Balikpapan.

Bisnis Angkutan Kargo Udara Prospektif

Lalu, ada optimisme di Bandara Kertajati, salah satu bandara yang dilirik maskapai kargo sebagai homebase. Ini bagus dibandingkan sebelum Covid-19 karena selama ini kesan Kertajati masih negatif. Catatan saya beberapa bulan lalu, ada salah satu maskapai cargo charter yang memindahkan homebase-nya ke Bandara Kertajati. Saya rasa akan mendorong pertumbuhan kargo udara walaupun yang pindah baru satu maskapai.

Kargo juga salah satu peluang selain penumpang. Industri pengiriman barang itu sedang booming dengan pertumbuhan 30 % dibandingkan sebelum 2020. Ini menjadi tantangan dan sudah dijawab beberapa maskapai kargo.

Perbaikan-perbaikan ataupun yang perlu dilakukan semua stake holder adalah memberikan dorongan secara konsisten kepada pengusaha maskapai agar kembali bergairah. Perlu pembicaraan antara maskapai, Kementerian Keuangan yang mempunyai otoritas untuk pajak dan fiskal, dan Kementerian Perhubungan yang mempunyai otoritas regulasi yang mendorong industri kargo.

Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2020 memperbolehkan barang dinaikkan ke kabin penumpang. Hal ini sangat mendorong pertumbuhan bisnis kargo udara dan itu tentu diapresiasi oleh dunia usaha. Itu beberapa contoh yang bisa kita mintakan kepada pemerintah. 

Beberapa Restriksi Jam Kerja yang Menghambat

Permasalahan lain, terutama di luar Pulau Jawa, adalah pembatasan walking hour. Orang daerah, seperti Maluku dan Ternate, cenderung tidak mau terbang ke Jakarta menjelang malam. Mereka merasa tidak nyaman landing malam di Jakarta. Ini mesti dicarikan jalan keluar. Untuk sementara, agak sulit karena masalah membayar lembur gaji pegawai bandara-bandara pelosok. 

Demikian juga kargo. Saya amati, back lock sangat terbatas utilitas flying hour-nya. Karena, ketika magrib mereka harus load di bandara-bandara remote area, sehingga ini mengganggu pengiriman kembali ke Pulau Jawa. Masalah loading working hour itu misalnya di Maluku, Maluku Utara, NTT, dan Papua. Ini mesti cepat dicarikan solusi oleh Kementerian Perhubungan yang mempunyai otoritas untuk mengaturnya.

Kenyataan di lapangan yang saya temui pada Desember 2021, pada saat harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) banyak barang yang menumpuk di Bandara Halim Perdanakusuma. Terjadi backlock. Barang itu mau dikirim tapi pesawatnya belum datang, karena tertahan di bandara-bandara kecil. Tidak bisa kembali ke Jawa pada hari yang sama (sameday).

Kalaupun bisa sameday balik sore di Jawa lalu dikirimkan kembali ke luar Jawa, di daerah juga tidak mau terima. Padahal ini juga menyangkut kelancaran bahan-bahan pokok di luar Pulau Jawa.

Itu masalah-masalah krusial jangka pendek yang harus dicarikan jalan keluar oleh regulator: walking hour di bandara remote area, pemulihan pariwisata yang tidak sebanding dengan jumlah pesawat, harga tiket yang mahal, dan sebagainya. Diharapkan dalam waktu dekat terjadi komunikasi bersama antara maskapai penerbangan dan pemerintah.

Halaman:
Arista Atmadjati, SE.MM
Arista Atmadjati, SE.MM
Dosen International University Liaison Indonesia (IULI) Aviation Management. Chairman Aviation School AIAC

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...