Hanya butuh waktu sehari bagi layanan streaming video Disney+ untuk mendapat 10 juta pelanggan setelah diluncurkan di Amerika Serikat (AS) pada 12 November 2019 lalu. Kini, Disney+ mengejar target antara 60-90 juta pelanggan pada 2024.

Dengan paket berlangganan seharga US$ 6,99 atau sekitar Rp 98.500 per bulan, target itu tampaknya akan tercapai dengan mudah. “Setidaknya dua tahun lebih cepat,” kata Analis Wedbush, Daniel Ives, dikutip Variety, Selasa (19/11).

Sebagai perbandingan, Netflix yang saat ini menguasai pasar layanan streaming video memiliki 60 juta pelanggan di AS dan 158 juta di seluruh dunia. Namun, Netflix perlu waktu 12 tahun untuk mendapatkan semua pelanggannya itu.

Disney+ memang telah membangun antusiasme sejak beberapa bulan sebelum peluncurannya. Saat Presiden Marvel Studio Kevin Feige mengumumkan fase keempat Marvel Cinematic Universe (MCU) pada 20 Juli 2019 lalu misalnya, nama Disney+ sudah jadi buah bibir.

(Baca: Fase Keempat Marvel, 10 Judul Film dan Serial Akan Dirilis hingga 2021)

Bagaimana tidak, pada San Diego Comic Con di San Diego kala itu, Feige mengumumkan rencana produksi 10 tayangan bertema superhero dalam periode Mei 2020 hingga November 2021. Di dalamnya akan ada lima film bioskop dan lima serial yang akan tampil dalam layanan streaming Disney+.

Dia menekankan, berlangganan Disney+ penting untuk mengikuti keseluruhan jalan cerita dari film-film bioskop di jagat Marvel. Misalnya, film Doctor Strange in the Multiverse of Madness yang tayang pada 7 Mei 2021. Dalam film, Benedict Cumberbatch sebagai Doctor Strange bakal ditemani oleh Elizabeth Olsen yang memerankan Scarlet Witch.

Nah, untuk mengerti latar belakang Scarlet Witch dalam film, penggemar dapat menonton serial Wandavision yang tayang pada musim semi 2020 di Disney+. Contoh lain, penggemar bisa menonton aksi Tom Hiddleston yang berperan pada seri Loki untuk mengetahui apa yang terjadi setelah Avengers: Endgame.

Marvel yang diakuisisi oleh Disney pada 2009 tampaknya memang akan menjadi andalan untuk menjual Disney+. Avengers: Endgame  yang merupakan film bioskop terlaris sepanjang masa (lihat tabel) itu juga bisa dinikmati kembali di platform Disney+.

(Baca: Marvel Studios, Produsen Avengers Endgame yang Sempat Nyaris Bangkrut)

Selain Avengers: Endgame, beberapa film produksi Marvel, seperti Avengers: Infinity War dan Black Panther juga masuk dalam jajaran 15 film terlaris sepanjang masa. Begitu juga Frozen dan Beuty and The Beast buatan Disney. Berikut grafiknya: 

Apalagi, Disney baru menambah amunisinya dengan mengakuisisi 21st Century Fox pada awal tahun ini. Setelah transaksi senilai US$ 71,3 miliar atau sekitar Rp 1.000 triliun itu, produk-produk Fox seperti serial The Simpsons, hingga film-film seperti Avatar (2009), Titanic (1997), hingga Star Wars (1977) pun tampaknya bisa diharapkan tayang di Disney+.

Tak hanya itu, Disney juga memiliki Pixar Studio yang menghasilkan beberapa film animasi laris seperti Toy Story, Monster Inc, hingga Finding Nemo. Yang pasti, kartun klasik dari Mickey Mouse hingga para putri yang legendaris dari negeri dongeng dapat dinikmati sewaktu-waktu di Disney+.

“Saya cukup yakin para orang tua akan berlangganan Disney+ untuk anak-anak mereka,” kata analis Cowen, Doug Creutz.

Jika Disney punya perbendaharaan film yang cukup banyak, bahkan sebelum merilis platform streaming, Netflix punya pendekatan berbeda. Netflix didirikan pada 1997 oleh Reed Hastings dan Marc Randolph sebagai perusahaan distribusi DVD.

(Baca: Menkominfo Bakal Ajak Sri Mulyani Bahas Pajak Netflix)

Baru pada 2010 Netflix merambah ke bisnis streaming video yang menayangkan serial TV dan film bioskop populer secara berlangganan. Melalui Netflix, masyarakat dapat menyaksikan film bioskop tanpa beranjak dari rumah. Begitu pun serial favorit dapat disaksikan melalui perangkat mobile tanpa gangguan iklan.

Netflix kemudian mulai memproduksi konten secara internal pada 2012, yakni serial Lilyhammer. Belakangan, konten produksi internal ini dikenal dengan sebutan Netflix Original.

Netflix Original pun telah menelurkan film laris seperti Bird Box. Film yang dibintangi oleh Sandra Bullock ini, menurut Nielsen, meraup lebih dari 26 juta penonton hanya dalam sepekan setelah dirilis pada Desember 2018.

Tak hanya film laris, Netflix pun telah menghasilkan film berkaliber Academy Awards. Pada 2019, film Roma yang menceritakan soal seorang pembantu rumah tangga di Meksiko berhasil menyabet Oscar untuk kategori sutradara terbaik, sinematografi terbaik, dan film berbahasa asing terbaik.

(Baca: Netflix Kontrak Duo Kreator Game of Thrones Senilai Rp 2,8 Triliun)

Netflix saat ini telah tersedia di 190 negara. Di Indonesia, layanan tersebut memiliki tarif berlangganan termurah Rp 109 ribu per bulan untuk standar, hingga Rp 169 ribu per bulan untuk paket premium.

Investor telah mengantisipasi kehadiran Disney+ sebagai kompetitor Netflix. Sejak pertama kali rencana peluncuran Disney+ diungkap ke publik pada April 2019, harga saham Disney telah naik 27%. Sebaliknya, harga saham Netflix turun 18%.

Apalagi, beberapa raksasa lain turut meramaikan persaingan. Awal bulan ini, Apple juga meluncurkan layanan streaming video dengan tarif US$ 5 per bulan. Kemudian, di AS juga ada Amazon Prime Video. Sedangkan perusahaan telekomunikasi AT&T akan meluncurkan HBO Max pada 2020.

Disney+ sendiri belum dirilis di Indonesia, tapi banyak yang telah menantikan kehadirannya. Elsa misalnya, sebagai penggemar Marvel, ia tak sabar menyaksikan spin off dari karakter-karakter yang tampil di Avengers: Endgame. “Saya sekarang ambil paket Netflix, tapi nanti juga pasti berlangganan Disney+,” kata perempuan yang berkantor di kawasan Tendean, Jakarta ini.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami