(Baca: Keluarga Berharap Pembebasan Abu Bakar Baasyir Tak Dibatalkan)

Skema pembebasan dengan pemberian amnesti dan abolisi pun dipertanyakan. Undang-Undang Dasar 1945 jo Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi sudah mengaturnya. Amnesti dan abolisi harus berdasarkan keterangan tertulis dari Mahkamah Agung atas permintaan Menteri Hukum dan HAM dan pertimbangan DPR.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan saat ini Ba'asyir tidak bisa bebas bersyarat atau bebas murni. Bebas bersyarat hanya bisa didapat saat Ba'asyir sudah menjalani dua per tiga masa hukumannya, yakni pada 2021. Bebas murni juga tidak bisa ditempuh karena Ba'asyir sudah pernah dihukum. Jokowi bisa membebaskan Ba'asyir dengan terlebih dahulu mengubah UU melalui DPR. Jika ingin lebih mudah, Presiden bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Ba'asyir bisa bebas dengan kategori bebas biasa atau bebas tanpa syarat. Kategori bebas seperti ini hanya bisa didapatkan itu ketika masa tahanannya sudah habis, "Atau kalau ada putusan pengadilan yang baru seperti Peninjauan Kembali (PK), yang menyatakan bahwa dia tidak bersalah," kata Mahfud. (Baca: Pembebasan Baasyir Hanya Bisa Dilakukan Jika Presiden Ubah UU)

 
Abu Bakar Baasyir
Keluarga dan pengurus Ponpes memberikan peryataan sikap saat konferensi pers Penyambutan Ustaz Abu Bakar Baasyir di komplek Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (23/1/2019). Pengurus Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki mengaku kecewa dengan sikap Pemerintah terkait pembatalan pembebasan pendiri ponpes Ngruki Ustaz Abu Bakar Baasyir. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/foc.)

Polemik rencana pembebasan Ba’asyir tak henti bergulir. Isu ini meluas ke ranah politik dan mengancam elektabilitas Jokowi yang akan berlaga pada Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun ini. Dia mendapatkan protes dari sejumlah pendukungnya di media sosial. Bahkan, sebagian pendukung mengancam tidak akan memilihnya dalam Pilpres 17 April mendatang.

Kegalauan pun menyelimuti Jokowi dan pemerintah. Ba’asyir yang sedianya bebas pada Rabu kemarin, nyatanya batal. Padahal, Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, telah menyiapkan penyambutan. Tenda-tenda sudah dipasang, makanan disiapkan sebanyak 1.600 porsi, dan pihak pesantren pun sudah bekerja sama dengan Kepolisian Sukoharjo untuk pengamanan pada hari itu.

Dua hari sebelumnya, Wiranto menggelar konferensi pers terkait polemik pembebasan Ba’asyir di kantornya. Dia mengatakan Presiden Jokowi tidak ingin terburu-buru untuk mengambil keputusan lantaran banyak aspek yang perlu dipertimbangkan. (Baca: Jokowi Syaratkan Abu Bakar Baasyir Setia Pancasila untuk Bisa Bebas)

Menurutnya, keluarga Ba'asyir telah mengajukan permintaan bebas sejak 2017 lalu. Alasannya, kondisi kesehatan dan usia pendiri Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) ini sudah lanjut. Jokowi pun mempertimbangkan permintaan bebas ini. "Presiden bilang tidak boleh grusa-grusu (terburu-buru) dan serta-merta mengambil keputusan," ujarnya di Jakarta, Senin (21/1) malam.

Meski begitu, Presiden Jokowi memastikan proses pembebasan Ba’asyir merupakan pembebasan bersyarat. Dia meminta terpidana kasus terorisme tersebut memenuhi semua syarat, termasuk ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila.

Jokowi enggan menabrak prosedur hukum dalam menyelesaikan proses bebasnya Ba'asyir ini. Apalagi persyaratan mendasar itu merupakan bagian dari perundang-undangan yang ada di Indonesia. "Itu sangat prinsip sekali," ujarnya, dalam keterangan resmi Sekretariat Kabinet, Selasa (22/1).Rencana pembebasan Ba’asyir terkendala dua persyaratan yang belum disetujui, yakni pernyataan untuk setia kepada NKRI, Pancasila, serta mengakui dan menyesali tindakan pidana yang dilakukan. 

(Baca: Baasyir Tolak Dua Syarat Kebebasan: Setia Pancasila dan Akui Kesalahan)

Ketua Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta mengatakan soal setia pada Pancasila dan NKRI, Ba'asyir beralasan belum ada argumentasi yang memuaskan mantan pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki tersebut. Penasihat hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, sempat membujuk Ba'asyir dengan mengatakan Islam dan Pancasila tidak bertentangan. Namun, Ba'asyir tetap berkukuh dengan pendapatnya. Sedangkan untuk poin penyesalan, Ba'asyir tidak mau mengakuinya. "Biarpun beliau dipenjara, namun tidak mau mengakui pidana," kata Mahendradatta.

Menurut Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, pemerintah tidak akan membebaskan Abu Bakar Ba'asyir, selama ia tak memenuhi persyaratan untuk setia pada NKRI dan dasar negara, serta mengakui kesalahannya. “Karena itu persyaratan yang tidak boleh dinegosiasikan," ujarnya.

Sementara Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengkritik sikap pemerintah yang tidak jelas dalam isu pembebasan Ba’asyir. "Yang jelas ini sudah jadi kegaduhan di tengah masyarakat, karena pernyataan yang inkonsisten termasuk dari presiden," ujar Fadli Zon saat menerima kunjungan tim pengacara muslim selaku kuasa hukum Abu Bakar Baasyir di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (23/1).

(Baca juga: Polemik Pembebasan Baasyir, Tim Pengacara Mengadu ke Fadli Zon)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement