Pesan-pesan yang disampaikan Prabowo seolah menyiratkan Indonesia akan menjadi hancur jika bukan dia pemimpinnya. Qodari mengatakan jika pesimisme dan ketakutan berhasil dikembangkan dan mempengaruhi masyarakat, kecenderungan memilih Prabowo sebagai presiden bisa lebih besar dibanding memilih Joko Widodo (Jokowi).

Menurutnya, model kampanye seperti yang dilakukan Trump cukup efektif meraup suara. Model ini pun dinilai sudah menjadi tren global. Ada kemungkinan Prabowo terinspirasi dengan gaya Trump yang sukses memenangkan Pilpres di AS. Kampanye Trump menggunakan slogan 'Make America Great Again', artinya membuat Amerika menjadi hebat lagi. Menurut Qodari, terjemahan bebas dari pidato Prabowo Maret lalu adalah membuat Indonesia menjadi hebat lagi, seperti 'Macan Asia'.

Prediksi Qodari ternyata dibuktikan dalam pidato Prabowo enam bulan kemudian. Saat Rakernas LDII Oktober lalu, Prabowo meneriakan slogan "Make Indonesia Great Again." Namun, Prabowo membantah dirinya meniru Trump. Sebab, istilah ini sudah pernah diungkapkan dalam dua buku yang ditulisnya.

(Baca juga: Gerilya Politik Sandiaga Uno dan Strategi Kampanye Prabowo)

Analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto juga sependapat gaya kampanye Prabowo meniru Trump. Ini terlihat dari sikap tim kampanyenya yang tak terlalu bergantung pada hasil sigi berbagai lembaga survei. Prabowo lebih memilih terjun langsung menemui para pendukungnya lewat gelaran rapat-rapat akbar sebagaimana dilakukan Trump. Tim suksesnya pun seolah mengarahkan masyarakat agar tidak mempercayai lembaga survei dan yakin dengan hasil surveinya sendiri yang menyatakan elektabilitas Prabowo-Sandi lebih tinggi dari Jokowi-Ma’ruf.

Kesamaan lain dengan Trump, Prabowo kerap meminta para pendukungnya memastikan nama mereka masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), sementara Trump sering meminta warga AS menggunakan hak suara. Selain itu, Prabowo sering mengkritik berbagai masalah yang terjadi selama pemerintahan Jokowi, seperti kondisi ekonomi, kemiskinan, serta lapangan kerja.

Prabowo menjanjikan akan mampu menyelesaikan masalah tersebut, jika terpilih pada Pilpres 2019. Hanya saja, Prabowo tak pernah mengemukakan bagaimana langkah menyelesaikan masalah tersebut. Menurut Arif, hal tersebut juga dilakukan Trump ketika berkampanye di Pilpres AS. "Kalau berkaca pada Pemilu AS, yang sengaja diabaikan oleh Trump adalah pertanyaan bagaimana menyelesaikan masalah," ujarnya.

(Baca juga: Tuding Media, Prabowo Gunakan Strategi 'Firehose of Falsehood')

Kampanye Prabowo pun tak pelak dari politik identitas. Kampanyenya sering mengingatkan masyarakat menjaga Indonesia supaya tidak dikuasai oleh antek asing. Tak hanya itu, Prabowo beberapa kali menggunakan data-data yang tak tepat ketika berkampanye. Semisal, Prabowo mengutip data Bank Dunia (World Bank) bahwa 99% masyarakat Indonesia hidup pas-pasan. Beberapa hari kemudian, World Bank membantahnya.

Contoh lainnya ketika Prabowo menyebut angka kemiskinan Indonesia naik 50% selama masa kepemimpinan Jokowi. Padahal, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kemiskinan cenderung turun, bahkan mencapai rekor terendah sejak 1998. Prabowo juga sempat mengatakan rasio pajak saat ini lebih rendah ketimbang pada era Orde Baru.

Menurut Arif, penggunaan data yang tak tepat juga dilakukan Trump selama berkampanye. Salah satunya, menggunakan data bohong yang menyebut imigran ilegal di AS mencapai 30 juta jiwa. Padahal, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mencatat jumlahnya hanya 11,4 juta pada 2012. "Itu kan data palsu, tapi dia (Trump) enggak peduli," kata Arif.

Arif menilai strategi Trump ini akan berbahaya jika terus diterapkan dalam Pilpres 2019. Menurutnya, strategi ini akan buruk bagi kualitas demokrasi Indonesia ke depan. Strategi ini pun bakal memunculkan polarisasi di masyarakat semakin besar yang pada akhirnya dapat membuat kegaduhan.

(Baca juga: Menanti Gaya 'The New Prabowo' untuk Gaet Kaum Milenial)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement