(Baca: Reklamasi Jakarta Akan Diatur Lewat Revisi Perpres Jabodetabekpunjur)

Akhir Oktober 2015, Pemprov DKI mempersiapkan tahap awal pengembangan pulau-pulau reklamasi lainnya. Setelah itu, sempat terjadi tarik-menarik antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta terkait kelanjutan proyek ini. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan proyek ini melanggar ketentuan, karena kewenangan memberikan izin di area laut ada di bawah kementeriannya. Mereka mengkaji penghentian sementara proyek ini dan mengusulkan reklamasi hanya untuk pelabuhan, bandara, listrik.

Pada 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyegel Pulau C, D, dan G selama 120 hari, karena perizinan lingkungannya belum ada. Di tahun yang sama, Rizal Ramli yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman menghentikan sementara (moratorium) reklamasi. Tiga bulan setelah mengeluarkan keputusan moratorium, Rizal dicopot dan posisinya digantikan Luhut Binsar Panjaitan.

Di tengah masa moratorium, Pemprov DKI menerbitkan izin lingkungan pada April 2017. Salah satu alasan Pemprov DKI merealisasikan proyek ini, karena dinilai bisa memberikan kontribusi penerimaan hingga Rp 179 triliun selama 10 tahun. Menko Luhut pun mendukung dengan mencabut penghentian sementara proyek reklamasi pada September 2017. Setelah moratorium dicabut, empat pulau buatan hasil reklamasi menjadi milik negara dan pengelolaan lahan diserahkan kepada Pemprov DKI.

(Baca: Kementerian Luhut Kaji Keputusan Anies Cabut Izin Reklamasi Jakarta)

Pencabutan moratorium ini ternyata tidak bertahan lama. Juni lalu, Gubernur Anies menyegel 932 bangunan di Pulau D, karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kemudian dilanjutkan dengan mencabut izin prinsip proyek 13 pulau reklamasi yang belum terbangun pada pekan lalu.

Sedangkan 4 pulau lainnya pulau-pulau ini akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Pemprov DKI akan menerbitkan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Perda ini mengatur pemulihan wilayah teluk Jakarta, terutama pada aspek perbaikan kualitas air sungai, pelayanan air bersih, pengelolaan limbah dan antisipasi penurunan air tanah.

Selain menghentikan reklamasi, Anies juga menolak pembangunan tanggul laut raksasa yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), yakni program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Untuk melindungi ibukota dari banjir, di dalam tanggul ini akan dibuat laguna-laguna besar untuk menampung aliran dari 13 sungai di Jakarta, tempat-tempat penampungan air yang menjadi waduk raksasa.

Anies menganggap proyek tanggul laut ini hanya akan menjadi “kobokan raksasa.” Air kotor yang dari daratan Jakarta tidak lagi mengalir ke laut luas, karena tertutup tanggul. Menurutnya, untuk mengatasi banjir Jakarta, cukup dengan pembangunan tanggul pantai.

Dalam penjelasan di situs Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Priorias (KPPIP), reklamasi 17 pulau dan tanggul laut merupakan bagian dari program NCICD, yang terbagi dalam tiga fase. Fase A adalah penguatan dan pengembangan tanggul-tanggul pantai yang sudah ada sepanjang 30 kilometer, dan membangun 17 pulau buatan di Teluk Jakarta, mulai 2016. Fase B membangun tanggul laut luar barat dan waduk besar yang dibangun pada 2018-2022. Fase C difokuskan untuk membangun tanggul luar timur yang akan dibangun setelah 2023.

(Baca: Anies Berpeluang Menang jika Pencabutan Izin Reklamasi Digugat)

Meski begitu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan Proyek NCICD akan tetap berjalan dengan atau tanpa adanya reklamasi 17 pulau. Mengacu pada konsep awal NCICD memang tidak ada rencana pembangunan pulau-pulau reklamasi. Proyek ini hanya berfokus pada upaya mengatasi peningkatan permukaan air laut, penurunan muka tanah, dan banjir rob.

Proyek NCICD telah berjalan, yakni pembangunan tanggul pantai. Infrastruktur ini dibutuhkan, karena tanggul yang sudah ada tidak bisa lagi menahan air laut. Sebenarnya, ada sepanjang 120 kilometer (km) tanggul pantai yang akan dibangun. Namun, prioritas sekarang untuk 20 km yang dianggap paling kritis. Sekitar 7,5 km dibangun oleh pemerintah, 4,5 km dibangun Pemprov DKI Jakarta, dan sisanya dibangun oleh swasta.

“Itu tahapan jangka pendek tanggul pantai, jangka panjangnya tanggul di tengah laut,” kata Bambang di Jakarta, Selasa (5/10).

(Baca pula: Anies Cabut Izin Reklamasi Teluk Jakarta, Sebagian Pengembang Pasrah).

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement