Salah satu pemenang lelang blok migas 2017, Saka Energi mengaku pertimbangan mengikuti lelang adalah potensi blok yang diincar. Jadi, bukan adanya skema kontrak gross split. VP Exploration PT Saka Energi Indonesia Rovicky Putrohari mengatakan jika potensi blok besar, skema apapun kemungkinan masih menarik.

Namun jika boleh memilih, Saka menginginkan memakai kontrak bagi hasil yang menggunakan cost recovery (penggantian biaya investasi) karena lebih memberikan kepastian. "Jelas lebih enak cost recovery," kata Rovicky.

Di sisi lain, tren kenaikan harga minyak hanya merupakan faktor pengaruh tidak langsung kepada hasil lelang tersebut. Sebab, kontraktor saat ini masih harus melakukan eksplorasi. Artinya, harga minyak masih akan berubah ketika blok itu berproduksi beberapa tahun kemudian.

Menurut Rovicky, ketika harga minyak rendah justru biaya operasional blok menjadi rendah. ”Saya berharapnya nanti ketika produksi justru harga tinggi. Kalau sekarang tidak terlalu berpengaruh,” ujar dia.

migas

Faktor iklim investasi 

Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan jumlah pemenang lelang blok migas belum bisa diklaim sebagai indikator membaiknya iklim investasi. “Itu sebenarnya belum menandakan apa pun, tidak berarti iklim investasi memang sudah baik dan mereka benar-benar tertarik untuk berinvestasi di sini,” ujar dia.

Menurut Pri, pemenang lelang itu tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan cadangan dan produksi di Indonesia. Sejak tahun 2002 hingga 2014, lelang blok migas konvensional selalu mendapatkan pemenang. Bahkan tahun 2008, dari 56 blok yang dilelang, bisa laku 38.

Namun, produksi minyak yang tahun 2002 bisa mencapai 1.200-an barel per hari (bph) turun jadi 801,4 ribu bph di tahun 2017. Sedangkan cadangan terbukti minyak Indonesia yang tinggal 3,6 miliar barel (termasuk kondensat) hanya 0,2% dari total cadangan minyak dunia sebesar 1.684 miliar barel.

Pri menilai ada beberapa faktor selain peningkatan harga minyak yang membuat kontraktor memasukkan dokumen. Bisa saja itu keputusan sementara dari investor, sebelum melihat peluang lebih baik di negara lain dan kemudian memindahkan investasinya. "Jadi, sama sekali tidak mengindikasikan bahwa gross split itu sudah diminati dibandingan kontrak yang menggunakan cost recovery," kata dia.

Selain itu, Pri menyoroti besaran komitmen pasti yang diberikan pemenang lelang. Pri menduga, tidak semua akan melakukan eksplorasi. Ini karena total komitmen pasti dari lima perusahaan hanya US$ 23 juta. Padahal biaya satu sumur eskplorasi saat ini bisa  US$ 10 juta.

(Baca: Lima Blok Migas Laku Dilelang, Negara Meraup Penerimaan Rp 359 Miliar)

Di sisi lain menurut Pri, perusahaan yang mengikuti lelang tahun lalu juga tidak ada besar. "Dari skala investasinya sudah sangat jelas, bahwa berarti belum menarik. Jadi, yang lebih penting itu bukan kuantitas peminat atau kuantitas blok yang laku, tapi kualitas peminat dan kualitas blok yang digarap," kata Pri.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement