Dengan tambahan tersebut, menurut Arcandra, Internal Rate of Return (IRR) skema gross split tak berbeda jauh dengan bagi hasil yang menggunakan sistem cost recovery, atau lebih besar. Bahkan, ada sebuah lapangan yang dengan tambahan diskresi Menteri ESDM 2% dan efisisensi biaya 5%, IRR-nya bisa mencapai lebih dari 20%.

Selain itu Net Present Value-nya juga tidak jauh berbeda. Dengan asumsi diskresi dan efisiensi yang sama, ada lapangan migas yang NPV-nya mencapai US$ 400.000 miliar.

Respons pelaku migas

Sebagian pihak menilai revisi aturan gross split ini menjadi pendorong investasi. “Menurut saya cukup menjanjikan karena aturan baru tersebut mempunyai fleksibilitas yang dapat menyesuaikan dengan keekonomian lapangan migas,” kata Presiden Direktur Medco Energi Internasional Hilmi Panigoro.

Pandangan yang sama disampaikan Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Syamsu Alam. Menurut dia, aturan baru tersebut cukup baik untuk mendorong investor melakukan eksplorasi. Ini karena ada tambahan bagi hasil untuk kontraktor.

Namun, di sisi lain, ada beberapa poin yang masih menjadi pertanyaan pelaku industri migas. Salah satunya adalah penerapan perpajakan untuk skema kontrak gross split.

Menurut President IPA Christina Verchere, mekanisme perpajakan ini penting untuk memberikan kepastian kepada pelaku industri hulu migas. Apalagi, pajak menjadi unsur yang mempengaruhi keekonomian wilayah kerja yang akan dihitung kontraktor.

“Kami meminta agar mekanisme perpajakan diklarifikasi dan meminta Pemerintah Indonesia berhati-hati untuk membuat lebih banyak ketidakpastian,” katanya.

Permasalahan pajak ini juga sempat ditanyakan oleh President & General Manager Total E&P Indonesie (TEPI) Arividya Noviyanto. Ia menanyakan mengenai kelanjutan diskusi dengan  Kementerian Keuangan mengenai peraturan perpajakan untuk skema kontrak gross split yang pernah dijanjikan pemerintah. “Kira-kira yang keluar seperti apa aturannya,” kata dia.

(Baca: ESDM Tunggu Hitungan Kemenkeu Soal Pajak Kontrak Gross Split)

Selain itu, menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan (IATMI) Tutuka Ariadji, aturan baru itu masih belum mengubah proses birokrasi. Sebab, dalam pengajuan tambahan bagi hasil untuk tiap-tiap variabel, kontraktor harus mengajukan hal tersebut kepada SKK Migas untuk divalidasi.

Proses tersebut tentu akan menambah waktu. “Secara prinsip permen perubahan gross split tidak megubah birokrasi permen yang sebelumnya,” kata Tutuka.

Hal ini juga sejalan dengan yang disampaikan Mining Specialist World Bank Bryan C. Land. Meski NPV skema gross split bisa di atas kontrak bagi hasil menggunakan cost recovery, tapi mekanisme ini sangat rumit. Sebab untuk mendapatkan tambahan bagi hasil harus melalui evaluasi berdasarkan karakteristik tiap-tiap lapangan.

"Pada akhirnya pasar akan memutuskan apakah iklim hulu bersifat atraktif dibandingkan dengan negara lain," kata Bryan.

Sementara itu, menurut mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) Fahmi Radi, skema gross split seharusnya bersifat opsional dan tidak perlu diwajibkan. Jadi dalam kurun waktu lima tahun, kontraktor bisa memilih menggunakan skema gross split atau kontrak bagi hasil konvensional.

Jeda waktu tersebut, bisa digunakan pemerintah untuk membenahi perizinan dan mempersiapkan fasilitas perpajakan. Alhasil, skema itu bisa lebih menarik dan ekonomis diterapkan.

Meski ada tambahan bagi hasil, Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menganggap tidak serta merta bisa menarik investasi. “Semua tergantung bagaimana pasar (kontraktor/investor) melihatnya. Untuk sampai ke tahap menarik dan mendatangkan investasi menurut saya masih perlu pembuktian,” kata dia.

Kontraktor makin efisien

Terlepas dari kekurangan itu, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Amien Sunaryadi berharap kontraktor mau menggunakan skema kontrak gross split. Apalagi nanti dalam perhitungannya wilayah kerja itu tidak ekonomis, mereka bisa mengajukan tambahan bagi hasil kepada Menteri ESDM.

Skema gross split ini juga penting karena pemerintah dan kontraktor memiliki pandangan yang sama, yakni mengurangi biaya. Apalagi hingga 31 Agustus 2017, cost recovery sudah mencapai US$ 7,22 miliar. Sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 hanya dianggarkan US$ 10,5 miliar.  

(Baca: Kontraktor Berbiaya Produksi Terbesar: KEI, PHE ONWJ, Medco Natuna)

Mengacu data itu, Amien yakin skema gross split akan membuat proses bisnis semakin efisien. Alhasil bisa menekan biaya. “Saya percaya kita bisa menjadi lebih efisien,” ujar dia.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement