Jika kata sepakat tak tercapai, Freeport akan membawa masalah ini ke arbitrase internasional. “Jadi hari ini Freeport tidak lakukan arbitrase, tapi mulai proses lakukan arbitrase," kata Adkerson dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/2) lalu.

Hikmahanto menilai janggal rencana arbitrase tersebut. Sebab, Freeport salah memposisikan Pemerintah Indonesia secara sejajar. Padahal, kedudukan pemerintah dalam dua dimensi.

Dimensi pertama, pemerintah sebagai subyek hukum perdata, seperti melakukan pengadaan barang dan jasa, sehingga kedudukannya memang sejajar dengan pelaku usaha. Kedua, pemerintah selaku subyek hukum publik yang berada di atas pelaku usaha dan rakyat.

Jadi, ketika pemerintah membuat aturan maka semua orang dianggap tahu, dan pemerintah dapat memaksakan aturan dengan penegakan hukum. Bila rakyat atau pelaku usaha keberatan dengan aturan tersebut, dapat melakukan uji materi, baik di Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung.

"Dua dimensi ini yang dinafikan oleh Freeport melalui Kontrak Karya, di mana pemerintah seolah-olah hanya merupakan subyek hukum perdata," kata Hikmahanto.

Grafik: Setoran Freeport Indonesia ke Pemerintah Periode 1992-2015

Ia juga mempertanyakan jalur arbitrase yang akan ditempuh Freeport, apakah International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) atau commercial arbitration seperti yang diatur kontrak. “Kalau ke commercial arbitration, pemerintah pun punya hak untuk mengajukan Freeport karena telah melakukan wanprestasi terkait masalah pemurnian dan divestasi,” ujar Hikmahanto.

Secara rekam jejak, Indonesia juga pernah menang di pengadilan ICSID dalam kasus Bank Century dan Churchill Mining. Adapun di commercial arbitration, pemerintah menang ketika melawan Newmont terkait kewajiban divestasi sahamnya.

(Baca: Jonan Pilih Freeport Arbitrase Daripada Hembuskan Isu PHK)

Pemerintah pun tak gentar dan optimistis bakal menang jika masalah ini bergulir ke arbitrase. "Kami tahu kan yang jelas undang-undang di kita, peraturan di kita, pengadilan di kita, masak tidak (menang)," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.

Suara senada dinyatakan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Bahkan, Luhut juga melontarkan ancaman tidak akan memperpanjang kontrak Freeport jika masalah tersebut berujung ke arbitrase.

Pengamat pertambangan dari Universitas Tarumanagara Ahmad Redi juga mencatat tiga potensi pelanggaran kontrak oleh Freeport. Pertama, pada Pasal 24 dalam KK yang ditandatangani pada tahun 1991, Freeport wajib melakukan divestasi 51 persen saham. Namun, faktanya hingga kini pemerintah Indonesia baru mengantongi 9,36 persen saham Freeport.

Kedua, kewajiban membangun smelter paling lambat tahun 2014 yang diatur dalam Pasal 10 kontrak tersebut. Namun, hingga kini kewajiban itu belum ditunaikan.

Ketiga, di dalam Pasal 23 ayat 2 kontrak karya, terdapat klausul yang menyatakan bahwa Freeport menaati hukum nasional yang berlaku."Faktanya ada kewajiban Freeport menyesuaikan KK dengan UU Minerba juga tidak dilakukan," kata Ahmad.

(Baca: Langgar Kontrak, Indonesia Bisa Kalah Lawan Freeport di Arbitrase)

Namun, dia juga menilai pemerintah terancam kalah di arbitrase karena telah melakukan beberapa pelanggaran. Salah satunya adalah memutuskan sepihak perubahan KK Freeport. Padahal, dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP), ada tiga syarat pengakhiran KK.

Pertama, kedua belah pihak harus bersepakat mengakhiri. Kedua, kontrak dibatalkan lewat jalur pengadilan. Ketiga, masa kontraknya telah berakhir. "Jadi peluang (menang arbitrase) fifty-fifty," kata dia, Selasa (21/2).

Selain itu, Ahmad menilai, prosedur perubahan KK menjadi IUPK tidak sesuai dengan UU Nomor 4 tahun 2009. Beleid itu mengatur pemegang KK yang ingin mengubah menjadi IUPK mengajukan ke menteri dan diproses selama 14 hari. Untuk mengubah kontrak menjadi IUPK, pemegang KK harus melewati prosedur seperti Penetapan Wilayah Pencadangan Negara (WPN) dan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari DPR.

Setelah itu, penetapan menjadi Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) ditawarkan lebih dulu kepada BUMN. Jika tidak berminat maka dilelang kepada pihak swasta untuk selanjutnya diterbitkan IUPK.

Tapi, Hikmahanto berpendapat tidak ada pelanggaran prosedur perubahan KK menjadi IUPK. Perubahannya tidak perlu melalui penetapan Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) karena bukan izin baru. Sedangkan PP Nomor 1 tahun 2017 hanya mengatur konversi dari KK ke IUPK.

“Memang tidak diatur dalam UU Minerba, makanya saya sampaikan pemerintah sudah berkorban untuk Freeport,” ujar dia.

Halaman:
Reporter: Anggita Rezki Amelia
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement