Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini menjelaskan, keuangan perusahaan pada semester pertama tahun ini terpukul terutama akibat penurunan konsumsi dan selisih kurs. Piutang pemerintah yang hingga kini belum dibayar juga kian memperberat kinerja perusahaan. Untuk itu, ia berharap pemerintah segera membayarkan utangnya. 

"Selisih kurs dampaknya cukup signifikan terhadap piutang kami ke pemerintah karena itu dalam rupiah. Piutang kami berupa kompensasi Rp 96 triliun dan piutang susbidi Rp 13 triliun, itu merepresentasikan 60% rugi kurs translasi kami," kata Emma, Rabu (26/8). 

Kenaikan posisi kas atau setara kas PLN pada semester pertama tahun ini juga masih meningkat menjadi Rp 53,59 triliun dari posisi akhir tahun lalu Rp 46,6 triliun. Jumlah aset lancar juga meningkat dari posisi Rp 151,37 triliun pada akhir 2019 menjadi Rp 162,5 triliun.

Meski demikian,  Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini juga  berharap pemerintah segera melunasi utang kepada PLN yang masih mencapai Rp 38 triliun agar operasional BUMN listrik ini tak terganggu. Ini lantaran PLN juga memiliki utang jangka pendek yang kepada pihak lain mecapai Rp 150 triliun.

Saat ini, pemerintah baru membayar Rp 7 triliun dari total utang sebesar Rp 45 triliun. "Kami sedang menunggu dengan berdebar-debar. Kami sudah dapat janji sebelum akhir Agustus ini dibayar, mudah-mudahan demikian," ujar Zulkifli dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI pada Selasa (25/8).

Dalam program  pemulihan ekonomi nasional, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pembayaran kompensasi kepada PLN sebesar Rp 38,25 triliun dan Pertamina sebesar Rp 37,83 triliun. 

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyebut kinerja BUMN dari sisi pembukuan secara keseluruhan sebenarnya masih cukup baik. Namun, ada masalah dari sisi arus kas antara lain akibat tunggakan utang pemerintah. Kondisi ini tak hanya dialami oleh PLN dan Pertamina, tetapi BUMN lain seperti PT Pupuk Indonesia. 

"Tunggakan utang pemerintah membuat BUMN kesulitan likuiditas, yang sebenarnya merupakan masalah lama," jelasnya. 

Bersambung ke halaman berikut: "Menanti Suntikan Dana Pemerintah"

Suntikan Dana Jumbo Pemerintah

Kondisi keuangan sejumlah BUMN yang tertekan membuat pemerintah mengambil langkah penyelamatan, antara lain melalui alokasi anggaran  penyertaan modal negara dan investasi pemerintah. Tahun ini, pemerintah telah mengalolasikan anggaran BUMN dalam bentuk PMN Rp 31,5 triliun dan dalam bentuk investasi pemerintah Rp 19,7 triliun.

Berdasarkan outlook anggaran pemerintah pada tahun ini, PMN akan diberikan kepada PT SMF sebesar Rp 1,8 triliun, PT Hutama Karya Rp 11 triliun, PT Bahana Pembangunan Utama Indonesia Rp 6,3 triliun, PT Geo Dipa Energi Rp 700 miliar, PT PNM Rp 2,5 triliun, PT PLN Rp 5 triliun, PT Pengembangan Armada Niaga Nasional Rp 3,8 triliun, dan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia Rp 500 miliar.

Sementara investasi pemerintah akan diberikan kepada Garuda Indonesia Rp 8,5 triliun, KAI Rp 3,5 triliun, Perum Perumnas Rp 700 miliar, PT Perkebunan Nusantara Rp 4 triliun, dan PT Krakatau Steel Rp 3 triliun.

Kementerian BUMN juga sempat mengajukan PMN hingga mencapai Rp 70 triliun pada tahun depan yang diungkapkan Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima usai rapat tertutup dengan Menteri BUMN Erick Thohir pada Juni lalu.

Namun dalam nota keuangan RAPBN 2021, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 34,7 triliun untuk PMN BUMN. Adapun tak ada alokasi untuk BUMN dalam bentuk investasi pemerintah pada 2021 seperti tahun ini.

PMN akan dikucurkan untuk SMF sebesar Rp 2,3 triliun, Hutama Karya Tbk Rp 6,2 triliun, BPUI Rp 20 triliun, PLN Rp 5 triliun, PT Pelindo III Rp 1,2 triliun, PT PAL Indonesia Rp 1,3 triliun, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia Rp 500 miliar, dan PT Kawasan Industri Wijayakusuma Rp 1 triliun.

PMN jumbo ini bukan yang pertama diberikan pemerintah kepada BUMN. Di awal pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 2015 dan 2016 lalu, pemerintah juga menggelontorkan PMN puluhan triliun kepada BUMN.

Alokasi PMN dalam APBN-P 2015 mencapai Rp 64,88 triliun untuk 40 BUMN, sedangkan di APBN-P 2018 dianggarkan Rp 53,98 triliun untuk 24 BUMN. Sebagian besar untuk menopang pembangunan proyek-proyek infrastruktur.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada akhir tahun lalu sempat mengkritik kinerja BUMN yang masih merugi meski telah disuntik PMN. Ketujuh BUMN tersebut, yakni PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel. "Di tahun 2018, kerugian masih terjadi pada tujuh BUMN."

Meski demikian, dua dari tujuh BUMN tersebut yakni Krakatau Steel dan PAL masuk dalam daftar perusahaan yang akan kembali memperoleh PMN pada tahun ini dan tahun depan.

Faisal Basri juga mengkritik alokasi anggaran PMN yang dirancang pemerintah. Pemerintah dinilai belum memiliki kepekaan terhadap kondisi krisis saat ini. Hal ini terlihat dari PMN untuk Hutama Karya yang besar guna melanjutkan pembangunan Tol Trans Sumatera.

"Padahal pembangunan proyek ini dapat ditunda dalam kondisi saat ini," katanya. 

Menurut dia, rancangan PMN di era pandemi ini masih memuat ambisi pemerintah dalam membangun infrastruktur tanpa kebijakan fiskal yang disiplin. Pembangunan infrastruktur dibebankan tak hanya pada APBN melalui suntikan PMN kepada BUMN, tetapi juga diserahkan kepada perusahaan negara untuk kemudian mencari utang dengan kapasitas yang sudah ditingkatkan. "Ini cerminan kebijakan fiskal yang tidak disiplin," ungkapnya.

Namun demikian, Ekonom Indef Eko Sulistyanto menilai PMN memang dibutuhkan untuk membantu BUMN melalui masa sulit pandemi Covid-19. Namun, pemerintah seharusnya lebih selektif dalam memberikan bantuan tersebut. 

"BUMN-BUMN yang dapat PMN ini kan sebenarnya ada juga yang sudah sulit sebelum pandemi. Jangan sampai nanti sudah diberikan PMN, tetap rugi seperti yang pernah disinggung Ibu Sri Mulyani," katanya. 

Selain itu, menurut dia, pemberian PMN juga harus dilakukan secara tepat waktu sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan. "Penting juga memastikan pencairan PMN yang cepat ke BUMN. Biasanya karena realisasi lembat, ini memporakporandakan perencanaan yang telah disusun sehingga berpengaruh pada hasil," katanya. 

Hingga akhir Juli, Kementerian Keuangan mencatat pencairan PMN kepada BUMN baru mencapai Rp 9,5 triliun atau 30%. PMN sudah disalurkan kepada PLN dan Hutama Karya. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement