Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Keuangan harus terlibat dalam menyusun aturan turunan UU Minerba. Terutama soal perizinan dan perpajakan yang sangat melekat untuk mengangkat investasi.

General Manager Legal & External Affairs PT Arutmin Indonesia Ezra Sibarani berpendapat rendahnya investasi di awal tahun ini lantaran masih terdampak pandemi Covid-19. Kegiatan operasional perusahaan saat ini masih rendah. "Cash flow ketat sehingga kami menjaga dana untuk kebutuhan yang sangat penting," kata dia.

Faktor berikutnya yang mempengaruhi investasi adalah cuaca di awal tahun yang cukup berat bagi perusahaan tambang. Hujan deras dan banjir sempat melanda sebagian Kalimantan, lokasi mayoritas tambang batu bara di Indonesia.

Ezra optimistis semester dua 2021 akan ada peningkatan investasi minerba.“Kemudahan operasional dan investasi sangat membantu keberlangsungan industri ini,” ujarnya.

PROSES PRODUKSI TAMBANG EMAS TUMPANG PITU
Penambangan minerba. (ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/)

Dukungan Pemerintah ke Sektor Minerba

Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin sebelumnya mengakui realisasi investasi sektornya masih rendah. Kondisi ini terjadi karena berbagai isu, seperti masalah perizinan, Amdal, pinjam pakai kawasan hutan, dan kesesuaian tata ruang.

Lalu, pasar yang sedang lesu, kendala pembebasan tanah, cuaca ekstrem, dan pandemi Covid-19 juga turut berkontribusi. “Investasinya sampai saat ini baru US$ 1,398 miliar,” kata Ridwan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, kemarin.

Pemerintah akan memberikan dukungan kepada badan usaha untuk meningkatkan investasinya. Caranya dengan memfasilitasi penyusunan informasi peluang investasi dan melakukan penjajakan minat pasar (market sounding). 

Upaya pemerintah dalam menarik investasi di sektor tambang sebenarnya sudah terlihat jelas dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Misalnya, dalam aturan baru itu ada insentif berupa royalti 0% untuk perusahaan batu bara melakukan hilirisasi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengklaim kebijakan itu akan membuat bahan baku semakin kompetitif, meningkatkan pendapatan negara, dan mempengaruhi minat investasi. “Kalau investasi terlaksana, tenaga kerja pun bisa terserap,” kata dia.

Ketentuan pembebasan royalti tercantum dalam Pasal 39 UU Cipta Kerja. Pasal ini mengubah beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 serta revisinya, Undang-Undang Nomor 3 Nomor 2020, tentang pertambangan mineral dan batu bara alias UU Minerba.

Dalam pasal tersebut berbunyi, pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batu bara dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara. Perlakuan tertentu tersebut dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol persen). Ketentuan lebih lanjut mengenai perlakuan tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.

Lalu, di sisi hulu juga terjadi perubahan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut hasil tambang batu bara kini menjadi subjek pajak pertambahan nilai atau PPN. “Dalam UU Cipta Kerja ditegaskan mengenai batu bara sebagai barang kena pajak,” katanya.

Hal ini tercantum pada Pasal 112 yang mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa serta pajak penjualan atas barang mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51).

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement