- Dalam ajang GIIAS 2021 berjejer mobil listrik dari berbagai pabrikan.
- Jokowi mendorong pembangunan ekosistem kendaraan ramah lingkungan.
- Butuh lebih banyak insentif dan infrastruktur untuk menaikkan pasar kendaraan listrik.
Mobil listrik menjadi primadona dalam ajang Gaikindo Indonesia Internal Auto Show (GIIAS) 2021. Jejeran kendaraan masa depan itu terpampang di stan para produsen otomotif.
Berbagai merek memamerkan teknologi elektrifikasinya. Mobil yang tampil berasal dari berbagai segmen, mulai sedan, sport, hingga mini. Mayoritas berstatus pemanis pameran atau display. Ada pula pabrikan otomotif yang sudah menjualnya.
Presiden Joko Widodo sempat menjajal salah satunya, yaitu Mitsubishi Minicab MiEV jenis niaga ringan. Ia ditemani oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Jokowi tampak menyetir memutari pelataran depan Gedung ICE, BSD, Tangerang, Banten. Setelah itu, ia memberi keterangan pers dan menyebut pentingnya untuk segera membangun ekosistem mobil ramah lingkungan.
“Kami mendorong untuk produksi mobil listrik, mobil hybrid. Tetapi, sekali lagi, semuanya harus ramah lingkungan,” katanya, Rabu (17/11).
Sehari setelahnya, Presiden menyebut Indonesia saat ini menuju ekonomi hijau atau green economy. “Strategi ini harus mulai ditata," kata Jokowi melalui konferensi video pada Kompas100 CEO Forum 2021.
Banyak pihak sudah mengantri untuk masuk ke ekonomi hijau di Indonesia. Pemerintah mengundang investor asing untuk hilirisasi produksi.
Harapannya sumber mineral negara ini, seperti nikel, tembaga, dan bauksit, dapat terintegrasi. “Nanti barang jadinya akan betul-betul dari kita semua bahannya, bisa mobil listrik,” katanya.
Saat ini pengguna kendaraan listrik masih minim jumlahnya. Berdasarkan catatan Korlantas Polri yang dihimpun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sampai September 2020 lalu, terdapat hampir 1.500 unit kendaraan bermotor listrik yang mengaspal di jalanan Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek).
Mayoritas kendaraan bermotor listrik adalah sepeda motor. Di Jakarta, jumlahnya mencapai 1.092 unit kendaraan yang tercatat di Polda Metro Jaya, seperti terlihat pada Databoks di bawah ini.
Deretan Mobil Listrik di GIIAS 2021
Pabrikan asal Jepang, Lexus, ikut menampilkan kendaraan listriknya di GIIAS 2021. Perusahaan memperkenalkan dua mobil listriknya, yaitu The New Lexus ES dan mobil konsep LF-30 Electrified Concept.
The New Lexus ES meluncur perdana pada ajang GIIAS tahun ini. Perusahaan memakai hybrid drive generasi keempat. Baterainya lebih kecil dan posisinya berada di bawah kursi belakang.
Posisi baterai itu membuat ruang bagasi dan kabin lebih maksimal. Selain itu, distribusi bobot baterai menjadi lebih seimbang. Mobil ini tersedia dalam sembilan warna. Harganya dibanderol Rp 1,1 miliar on the road (OTR) di Jakarta.
“The New Lexus ini mendapatkan garansi baterai selama lima tahun,” kata Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy pada pekan lalu.
Untuk LF-30 Electrified Concept, merupakan mobil full electric (berbahan bakar 100% listrik) yang akan mengaspal pada 2030. Mobil masa depan ini akan dilengkapi fitur autonomous driving (mobil otonom), four in-wheel electric motors, Lexus advanced postuure control and AirPorter.
Berpindah ke stan Hyundai Motors, pabrikan asal Korea Selatan ini menghadirkan mobil listrik andalannya, yaitu Kona dan Ioniq Electric. Masing-masing harganya Rp 624 juta dan Rp 697 juta.
Pabrikan otomotif lainnya yang meluncurkan mobil listrik terbarunya, yaitu PT SGMW Motor Indonesia (Wuling Motors). Perusahaan memamerkan mobil listrik bernama Global Small Electric Vehicle alias GSEV.
Mobil berukuran mini tersebut akan diproduksi dan dijual di Indonesia pada 2022. Vice President Wuling Motor Indonesia Han Dehong mengatakan, kehadiran GSEV merupakan komitmen untuk mendukung pemerintah RI dalam percepatan elektrifikasi kendaraan.
Saat ini, perusahaan telah memiliki produk berbasis GSEV dan terjual lebih dari 650 ribu unit di Negeri Panda. “Keberhasilan di negara asalnya dan permintaan pasar global telah memotivasi kami untuk menghadirkan produk listrik,” kata Han.
Desain mini dan warnanya yang cerah, seperti kuning dan merah, menjadi daya tarik GSEV dalam GIIAS. Harganya diperkirakan akan di bawah Rp 100 juta per unit.
Jarak tempuhnya mulai dari 120 kilometer sampai 300 kilometer. Mobil Wuling tersebut didukung pengisian baterai yang mudah dan fasilitas pengisian daya yang cepat alias fast charging.
Toyota, sebagai salah satu produsen otomotif terbesar dunia, tak kalah saing. Perusahaan menunjukkan model kendaraan terlektrifikasi jenis COMS, C+POD, Prius PHEV, dan NEW Camry Hybrid Electric Vehicle (HEV). Keempatnya bermodel sedan dan sudah memakai teknologi mesin hybrid generasi keempat.
Pabrikan berlogo tiga elips itu juga menghadirkan special exhibition e-Palette yang merupakan kendaraan otonom masa depan yang dapat digerakkan dengan baterai. Kendaraan berteknologi canggih itu telah dilengkapi teknologi CASE (Connected, Autonomous, Shared, Electric).
Nissan pun hadir dengan tipe All-New Nissan LEAF dan Nissan Kicks. Untuk tipe yang pertama, penjualannya telah mencapai 500 ribu unit secara global.
Sedangkan Nissan Kicks memakai teknologi e-Power. Pengguna dapat menikmati kendaraan listrik ini sepenuhnya, Tanpa perlu mengisi daya eksternal.
Terakhir, ada Morris Garage (MG) asal Inggris yang memperkenalkan station wagon listrik pertamanya, MG 5 EV. Kendaraan ini memiliki daya tempuh 380 kilometer dalam kondisi daya baterai penuh.
Butuh Insentif untuk Mobil Listrik
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut penggunaan kendaraan listrik merupakan wujud komitmen pemerintah dalam menurunkan tingkat emisi karbon pada 2030.
Targetnya, seluruh kendaraan bermotor akan menjadi EV pada 2060. Di saat yang sama, menurut dia, sektor baterai akan naik signifikan. “Pada 2027 pasar baterai dunia akan mencapai 777 gigawatt hour (GWh). Di Indonesia kebutuhannya mencapai 9,8 sampai 11,9 GWh pada 2029 sampai 2030,” ucap Luhut.
Indonesia berpotensi menjadi hub rantai pasok global kendaraan listrik. Negara ini memiliki sumber bahan baku pembuatan baterai yang melimpah, termasuk nikel, bauksit, dan tembaga.
Namun, butuh investasi masif untuk membangun ekosistem kendaraan listrik. Pembangunannya dari hulu ke hilir, Luhut mengatakan, sangat kompleks dan besar. Mulai dari bahan baku, manufaktur, infrastruktur pengisian daya (charging) hingga pabrik daur ulang baterai.
Saat ini pabrik sel baterai kendaraan listrik mulai dibangun di Indonesia, bekerja sama dengan perusahaan asal Korea Selatan, LG. Kapasitasnya 10 GWh dengan investasi US$ 1,1 miliar atau Rp 15,9 triliun.
Pembangunan pabrik tersebut merupakan bagian dari proyek konsorsium perusahaan pelat merah, bernama PT Indonesia Battery Corporation (IBC), senilai US$ 9,8 miliar. "Investasi hijau adalah fondasi utama untuk mencapainya," katanya.
Kabar terakhir, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan proses pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik kedua akan terlaksana pada Desember 2021. IBC akan bekerja sama dengan produsen baterai asal Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL).
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad berpendapat, negara ini mampu menguasai industri mobil listrik global. “Karena memiliki bahan baku, kita punya daya saing,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah telah membentuk IBC yang merupakan gabungan Indonesia Asahan Alumunium (Persero)/Inalum alias MIND ID, Pertamina, PLN, dan Aneka Tambang (Antam). Ada pula peta jalan infrastruktur mobil listrik.
Namun, pemerintah, menurut dia, harus lebih banyak memberikan dukungan kepada sektor ini, misalnya insentif fiskal. Sebab, kalau tidak, industri EV dalam negeri tidak dapat berkembang.
Ketua Tim Percepatan Industri Nasional Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan, pengembangan EV menjadi cara untuk memenuhi kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi tentang perubahan iklim alias COP26 di Glasgow, Inggris, beberapa waktu lalu.
Sektor transportasi selama ini menyumbang emisi karbon sangat besar karena berbahan bakar energi fosil, yaitu minyak bumi. Hal tersebut berkontribusi besar terhadap pemanasan global yang sedang terjadi pada bumi. “Karena itu, kendaraan listrik dapat menjadi solusi,” kata Satryo, dikutip dari Antara.
Akselerasi program mobil listrik dapat menurunkan emisi karbon secara signifikan. Bahkan, bukan tidak mungkin target net zero karbon pada 2060 bisa dicapai.
Melihat kondisi Amerika Serikat, produsen besar mobil listriknya, yaitu Tesla, sudah menyiapkan 25 ribu stasiun pengisian listrik super cepat. Senat di sana juga telah menyetujui anggaran US$ 7,5 miliar untuk mempercepat peningkatan kapasitas pengisian listrik.
Satryo mengatakan, mengacu pada kondisi tersebut, maka infrastruktur listrik menjadi penting. Dengan begitu, apabila pabrik mulai berproduksi, stasiun pengisian listrik sudah tersedia dan masyarakat tidak perlu khawatir.
Yang tak kalah penting pula adalah insentif bagi para pemilik mobil listrik, mungkin dalam bentuk pajak. “Sehingga harganya bisa terjangkau, dan masyarakat punya minat untuk membeli, dan berdampak positif terhadap industrinya," kata dia.