Selain dari Cina, Sri Mulyani menyebut, risiko juga datang dari Amerika Serikat yang sudah mulai melaksanakan pengurangan stimulus atau tapering off. Inflasi yang tinggi di ekonomi terbesar dunia ini juga berpotensi membuat Bank Sentral AS mempercepat periode tapering off dan rencana kenaikan suku bunga. 

“Ini mempengaruhi emerging market, termasuk domestik terutama pada yield surat berharga negara dan rupiah,” kata dia. 

Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan, dampak kebijakan tapering off yang sudah mulai berjalan terhadap kenaikan yield surat utang pemerintah maupun pelemahan rupiah masih terkendali. Pemerintah menjalankan program pengelolaan utang yang hati-hati seiring gejolak di pasar keuangan. 

Bank Dunia dalam laporan terbarunya memperkirakan perekonomian Cina hanya akan tumbuh 5,1% pada tahun depan, melambat dari prospek pertumbuhan tahun ini sebesar 8%. Perekonomian Cina sempat rebound kuat pada paruh pertama tahun ini, sebelum akhirnya menunjukkan tanda-tanda perlambatan memasuki enam bulan kedua 2021.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai perekonomian Cina yang melambat akan berpengaruh besar terhadap perekonomian domestik. Perlambatan Cina membuat dorongan dari sisi eksternal tak akan besar bagi perekonomian tahun depan. 

Cina selama ini menjadi mitra dagang utama RI sebagai negara tujuan ekspor utama RI. Kinerja ekspor Indonesia yang terus bersinar sejak tahun lalu, tidak lepas berkat permintaan dari Cina.

Kinerja moncer tersebut yang kemudian mendorong kontribusi net-ekspor terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartal III cukup besar. Net ekspor berkontribisi 1,23% terhadapa pertumbuhan 3,51%, terbesar dibandingkan komponen lainnya termasuk konsumsi rumah tangga.

"Kalau Cina kemudian prospeknya lebih lambat lagi ini kita prediksikan kemampuan menyerap komoditas yang akan lebih lemah, kebutuhan komoditas lebih lemah termasuk yang dari Indonesia," kata dia.

Faisal memperkirakan pertumbuhan ekonomi 4-5% tahun depan atau di bawah target pemerintah. Selain dorongan eksternal yang kurang kuat, ada faktor kebijakan fiskal dan moneter yang cenderung lebih ketat terutama sebagai efek kebijakan normalisasi di Amerika Serikat. 

Ia menilai, perkonomian domestik tahun depan akan sangat bergantung pada pemulihan konsumsi domestik. Peningkatan konsumsi diharapkan dapat mengkompnesasi berkurangnya sentimen positif eksternal tersebut.

"Ke depan mulai ada tekanan-tekanan, makanya kebijakan yang domestik harus betul-betul mendorong konsumsi semaksimal mungkin karena dari sisi eksternal less favorable," kata dia.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro dalam risetnya menyebut pemulihan ekonomi yang cepat dapat berlanjut hingga 2022 meski dibayangi risiko pengetatan kebijakan global. Hal ini dapat didukung oleh konsumsi rumah tangga yang terkendali seiring membaiknya kepercayaan konsumen dan investor sepanjang kasus Covid-19 etap terkendali. 

"Menghadapi ancaman varian baru Omicron, pemerintah sejauh ini telah berhasil memvaksinasi lebih dari separuh targetnya." kata Andri. 

Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,17%, lebih tinggi dari proyeksi tahun ini sebesar 3,69%. Namun, target ini dapat dicapai sepanjang kasus terkendali. 

Andri pun berharap kasus Covid-19 tetap terkendali sejalan dengan tingkat vaksinasi yang tinggi disertai protokol kesehatan yang tetap ketat di tempat-tempat umum. Indonesia bersama banyak negara di dunia tengah menghadapi varian Omicron. Pemerintah pada pekan ini telah melaporkan kasus transmisi lokal dari varian ini. 

Sejauh ini, pemerintah telah memiliki skenario untuk menghadapi potensi kenaikan kasus seperti terlihat dalam infografik di bawah ini. 

Infografik_Skenario Hadapi Potensi Peningkatan Kasus Omicron
Infografik_Skenario Hadapi Potensi Peningkatan Kasus Omicron (Katadata)

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement