Beban Berat APBN Memikul Anggaran IKN
Menyiapkan karpet merah bagi para pengusaha memang mau tidak mau dilakukan pemerintah. Pembangunan IKN membutuhkan biaya paling tidak Rp 466 triliun. Padahal, APBN hanya akan menanggung 20 % saja. Adapun sisa 80 % pembiayaan akan diperoleh dari skema KPBU, investasi swasta, maupun crowdfunding.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, pemerintah telah menganggarkan Rp 23,6 triliun untuk pembangunan IKN. Angka ini akan dibagikan ke Kementerian PUPR, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Polri, dan instansi lainnya.
Kementerian PUPR akan mengantongi anggaran terbesar senilai Rp 20,8 triliun. Nantinya, anggaran ini dipakai membangun istana negara, jalan nasional dan tol, kompleks perkantoran di IKN, penyediaan air minum, dan sanitasi.
Adapun pada tahap pertama pembangunan IKN akan berfokus pada Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), kawasan pendidikan, dan kawasan kesehatan. Konstruksi tiga kawasan utama ini akan berlangsung hingga 2024, sementara pembangunan IKN secara keseluruhan akan berlangsung hingga 2045.
Melansir data Kementerian PUPR per 19 Juni lalu, anggaran untuk membangun gedung istana negara serta lapangan upacara senilai Rp 1,4 triliun, kemudian pembangunan gedung kantor presiden membutuhkan dana Rp 1,6 triliun, dan manajemen konstruksi pembangunan gedung istana negara dan lapangan upacara memakan anggaran Rp 27,8 miliar.
Meskipun porsi pembiayaan dari APBN hanya 20 %, sejumlah ekonom tetap menganggap hal tersebut bakal membebani anggaran belanja negara. Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan jumlah Rp 23,6 triliun untuk proyek IKN sebenarnya masih tergolong kecil bila dibandingkan dengan total APBN.
Namun ia khawatir anggaran ini akan menggeser pembiayaan di sektor yang tak kalah penting, misalnya untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Fithra juga mempertanyakan urgensi pembangunan gedung perkantoran di IKN yang dibiayai oleh APBN, alih-alih swasta.
“Ke depan teknologi kan semakin tinggi. Jangan-jangan 20 tahun lagi kita tidak perlu kantor, sudah masuk metaverse,” kata Fithra pada Katadata.co.id, Jumat (19/8).
Ia pun menyebut jumlah besar APBN untuk mendanai IKN ini bisa dimanfaatkan untuk perbaikan sumber daya manusia. Potensi yang ada dalam bonus demografi Indonesia hingga 2035 harus dimaksimalkan dengan fasilitas dari pemerintah.
“Bayangkan kalau uang itu dipakai untuk pendidikan dan kesehatan. Apa dulu yang kita inginkan? Anggaran kita terbatas,” katanya.
Senada dengan Fithra, Ekonom INDEF Tauhid Ahmad bahkan pesimistis pembiayaan pembangunan IKN akan tepat sesuai perencanaan. Dengan total 20 % dari total anggaran IKN sebesar Rp 466 triliun, APBN akan mendanai sekitar Rp 90 triliun hingga tuntas. Menurut Tauhid, dana untuk pembangunan IKN ini tidak bisa dihabiskan dalam satu periode kepemimpinan presiden.
“Konsekuensinya apa? Nanti di periode presiden berikutnya duitnya dari mana? Karena semua dikebut di awal, belum tentu swasta lancar memberi pendanaan,” ujar Tauhid pada Katadata, Jumat (19/8).
Melibatkan investor kakap dari luar negeri bisa membantu Pemerintah mengatasi beban besar APBN. Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut sudah ada empat negara yang telah berkomitmen untuk berinvestasi dalam pembangunan IKN. Keempat negara tersebut yakni Uni Emirat Arab, Cina, Korea Selatan, dan Taiwan.
Uni Emirat Arab bahkan disebut-sebut berkomitmen merealisasikan investasi US$ 20 miliar atau senilai Rp 298 triliun (kurs Rp 14.800) melalui Indonesia Investment Authority (INA). “Realiasi investasi itu bukan selesai 4 tahun lalu terkumpul Rp 500 triliun. Itu realisasi investasinya 10-20 tahun,” kata Bahlil, Rabu (20/7).