Platform Kesehatan Kami Sudah Siap Ketika Pandemi Datang

Rezza Aji Pratama
13 Maret 2022, 10:00
Jonathan Sudharta Halodoc
Katadata
pandemi

Waktu itu kami enggak siap karena ingin melayani orang. Di awal banyak yang beli masker di Halodoc tapi dijual lagi dengan harga mahal. Sakit hati kan. Jadi kalau saya boleh cerita, momen-momen perangnya beda nih. Di awal kami jagain masker, kemudian ngejagain hasil tes-nya, ngejagain jumlah dokter di jam-jam yang berbeda.

Bagaimana mengatur shift dokter ini?

Karena sudah otomasi, dokter bisa memilih mereka mau jam berapa. Kami secara sistem juga sudah bisa lihat, jam berapa yang kurang suplai atau kelebihan suplai, bisa diatur. Tapi ya tentu selain machine learning di konteks itu, tetap ada manusia yang mengawasi kapasitas suplai dan itu kami ada tim operation yang cukup solid menjaga.

Apa momen paling berkesan selama dua tahun pandemi sebagai CEO Halodoc?

Secara internal, buat saya adalah waktu pertama kali bikin drive-thru rapid test antibodi. Itu era di awal-awal orang masih sangat takut dengan virus Covid-19. Tapi teman-teman saya di lapangan justru berebut untuk untuk kerja. Saya tidak harus bilang, siapa yang mau kerja? Semuanya bilang, ayo saya mau turun. Mau dari manager, direktur, semua ada di lapangan. Di situ saya tahu bahwa saya punya orang yang panggilannya sama. Buat saya itu hal yang paling berkesan.

Karena itu perangnya benar-benar berani mati, kami tidak tahu seberapa berat Covid-19 saat itu. Semua orang bilang WFH, saya bilang enggak ada WFH di Halodoc, kami adanya work from lapangan. Jadi itu sesuatu yang sangat membanggakan, bahwa saya punya sekelompok anak-anak muda yang mau melaksanakan ini untuk panggilan yang besar.

Kalau dari cerita eksternalnya bagaimana, Pak?

Kalau yang eksternal, buat saya yang paling berkesan adalah bagaimana keterbukaan pemerintah terhadap kerja sama dengan pelaku usaha swasta seperti kami dalam memerangi musuh yang enggak kelihatan yang namanya Covid-19 ini. Kami lihat virus Covid-19 ini menyatukan kita bersama.

Tidak ada di dunia, orang kena Covid-19 obatnya dianterin ke rumah, dibayarin pemerintahnya. Itu cuma di Indonesia. Negara lain cuma vaksinnya, kita sudah vaksinnya dibayarin, obatnya dibayarin, pengiriman obatnya dibayarin. I think for me, im so proud being Indonesian menghadapi situasi ini.

Jadi menurut saya kita harus sangat berbangga sama bangsa Indonesia dan pemerintahnya yang menggunakan elemen bangsa yang ada untuk menyelesaikan masalah bangsa. Elemen bangsa ini tech company, logistic company, terus ada BUMN dalam hal ini Kimia Farma, itu kan luar biasa kerja samanya.

Bagaimana kiat Halodoc merangkul para dokter dan stakeholder lainnya?

Kebetulan saya pribadi mantan medical sales representative. Jadi di handphone saya pribadi mungkin ada kontak 3.000-4.000 dokter. Di awal, karena saya kenal secara pribadi dengan mereka, saya ajak saja. Rata-rata kawan-kawan semua itu di awal.

Dulu memang ada yang skeptis, tapi sekarang karena situasi Covid-19 ini boleh dibilang kami punya waiting list. Kami menjadi satu ekosistem yang saling menguntungkan atau saling membantu antara kami dan dokter.

Bagaimana dengan rencana pengembangan ke depan?

Halodoc akan selalu kembali ke filosofi dasarnya, mensimplifikasi akses kesehatan kepada layanan diagnostika. Ini upaya untuk pencegahan lebih dini jangan sampai orang sakit baru berobat. Itu yang kami harapkan.

Ada rencana membantu menerapkan operasi jarak jauh?

Saya rasa operasi jarak jauh dan lain-lain itu bagian dari permutasi dan manifestasi dari dunia kesehatan. Yang kami harus ingat adalah Halodoc perusahaan teknologi di bidang kesehatan. Kami bukan perusahaan kesehatan. Tidak suka sebut diri kami health-tech company, tapi tech-health company, yaitu perusahaan teknologi yang bergerak di bidang kesehatan.

Jadi kalau tadi disebutkan operasi secara jarak jauh dan lain-lain, itu bidang medisnya. Bahwa teknologinya untuk menghubungkan satu sama lain itu kami sangat mungkin untuk beradaptasi. Saya lebih baik tidak berkomentar karena itu sesuatu yang ranahnya sangat medis sedangkan kami adalah pelaku teknologi di sini.

Halodoc baru saja meluncurkan aplikasi Bidanku, apa itu?

Halodoc itu panggilannya mensimplifikasi akses kesehatan. Bukan hanya untuk mereka yang di Jakarta atau di kota besar. Kami simplifikasi kesehatan ini untuk semua sendi kehidupan di Indonesia. Itu mimpi kami.

Banyak populasi saat ini di kota-kota yang rural, daerah di pinggiran. Kami melihat yang besar potensinya itu bidan, kira-kira 300.000. Bidan itu memegang peran penting untuk generasi emas di Indonesia karena 80 % bayi lahir dibantu bidan.

Kalau ingin membuat bangsa Indonesia mencapai generasi emasnya, kita mesti memastikan angka-angka atau metrik-metrik kepentingan bangsa tercapai, salah satunya menurunkan stunting, menurunkan angka kematian ibu dan anak, ini penting. Itu yang menyebabkan Halodoc mau terlibat, mensimplifikasi akses kesehatan dengan meningkatkan kualitas para bidan menggunakan teknologi.

Dari sisi bisnis, bagaimana dengan rencana IPO?

Saya rasa semua startup, semua pelaku bisnis punya mimpi untuk IPO. Saat ini kakak-kakak kami [startup unicorn] sudah ada yang melantai ke bursa. Sudah dengar juga ada beberapa unicorn yang akan masuk dalam waktu dekat. Kami mendoakan dan belajar dari mereka, semoga berhasil dan lancar. Sehingga buat adik-adik seperti kami yang masih kecil ini bisa belajar. Pada waktunya nanti kami bisa melantai juga.

Masih wait and see ya, Pak?

Mungkin bukan wait and see, tapi lebih ke kami sadar diri kami masih kecil dan masih belajar lah.

Kalau bicara soal bisnis telemedisin, bagaimana sebenarnya potensinya?

Kalau bicara potensi industri, lebih gampang dengan melihat industri kakak-kakak kami, misalnya e-commerce. Kira-kira, berapa penetrasi e-commerce terhadap jantung ekonomi Indonesia? Mungkin 20 - 30 % transaksi sekarang sudah online.

Industri kesehatan itu total value of the market of the healthcare industry Indonesia itu US$ 30 miliar. Jadi, seberapa besar bisa digitalisasi dalam bentuk telemedisin, pasar e-commerce itu yang bisa memberikan gambaran potensinya. Kalau mereka 20 - 30 %, saya rasa masuk akal untuk kami at one point bisa mencapai 20 - 30 % di digitalisasi kesehatan.

Bagaimana Anda  melihat roadmap telemedik yang dibuat pemerintah?

Saya rasa pemerintah berpikirnya fenomenal. Pemerintah melihat bagaimana menggunakan krisis menjadikannya kesempatan. Sekarang satu hal yang kita harus bangga sebagai rakyat Indonesia, aplikasi kesehatan terbesar di dunia itu namanya PeduliLindungi. Pengguna aktifnya itu terbesar di dunia.

Ini menjadi dasar dari roadmap pembangunan atau transformasi digital dunia kesehatan oleh pemerintah. Maka dari itu pemerintah dari Kemenkes membangun satu badan atau divisi khusus yang disebut DTO (Digital Transformation Office), di mana output dari DTO ini adalah roadmap yang tadi disebutkan.

Kalau ditanya apakah itu sudah mencakup atau sudah runut, saya sih sangat positif. Menurut saya, yang mereka bangun ini Indonesia will become a very different country once this roadmap digitalisasi kesehatan ini diimplementasikan.

Bagaimana dengan dukungan infrastruktur jaringan saat ini?

Indonesia adalah bangsa yang berpikiran progresif dari sisi internet. Salah satu kelebihan dari Indonesia yaitu beradaptasi dengan digital wallet. Bandingkan Indonesia dengan negara-negara lain, contoh Filipina, Indonesia sudah beradaptasi jauh lebih tinggi. Ini memudahkan adaptasi bentuk-bentuk ekosistem yang lainnya, termasuk kesehatan.

Namun seperti yang kita tahu, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang menyebabkan ada daerah yang jaringan internetnya belum seperti di kota-kota besar. Saya yakin pemerintah sedang berjuang keras untuk memastikan jaringan itu bisa komplit. Dan itu bukan suatu yang kami sebagai para pelaku bisa berbuat banyak, itu domainnya pemerintah. Kami cuma bisa mendukung.

Sambil mendukung itu, kami mencoba mencari jalan untuk bisa tetap penetrasi ke market rural, salah satunya menggunakan Bidanku. Itu contoh upaya mengadaptasi tangan ketiga, sehingga kita punya jaringan dan cakupan kemudahan akses kesehatan secara omnichannel menggunakan teknologi maupun yang kita sebut segregate user, di dalam hal ini para bidan.

Artinya, secara teknis, tantangannya relatif lebih mudah sekarang ya, Pak?

Saya rasa begitu. Semua pemerintah pusat maupun daerah semuanya sangat progresif masuk ke era digitalisasi ini.

VAKSINASI COVID-19 DRIVE THRU UNTUK LANSIA
VAKSINASI COVID-19 DRIVE THRU UNTUK LANSIA (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.)
 

Pemain telemedik sudah banyak di Indonesia, bagaimana strategi Halodoc untuk mempertahankan pasarnya?

Di industri kesehatan, kami melihat pelaku lain bukan sebagai musuh. Pelaku lain itu adalah bagian dari ekosistem. Karena mimpi kami memudahkan akses kesehatan untuk rakyat Indonesia, kami harus lebih senang kalau lebih banyak orang yang bisa memudahkan akses kesehatan itu.

Kalau mimpinya memudahkan akses kesehatan, jika ada yang baik kita enggak boleh berpikir jelek pada mereka. Namun kami selalu berupaya apa yang bisa membuat lebih baik, itu yang harus kami laksanakan sehingga bisa jadi perusahaan yang terus berkembang.

Kalau ditanya apa yang akan dilaksanakan untuk membuat Halodoc bisa menjaga pangsa pasar, kami akan selalu kembali ke filosofi kami: we don't want to fall in love with solution, we want to fall in love with the right pain, dalam hal ini patient pain. Jadi kami akan selalu berpikir apa yang menjadi problem untuk pasien sekarang, dan problem apa yang bisa kita selesaikan sebagai satu perusahaan.

Kalau begitu apa pain point pasien telemedik yang masih harus dicari solusinya?

Pain point paling dasar di telemedisin adalah anxiety (kecemasan) pasien. Pasien mau tahu dengan siapa dia bicara, apa keahliannya. Itu persoalan pertama yang coba kami cari solusinya. Dalam perjalanannya, orang membutuhkan informasi yang lebih mendalam. Jadi, pain point yang saat ini meluas adalah keinginan orang dalam situasi Covid-19 untuk tahu lebih banyak tentang dirinya. Jadi tes kolesterol, pengetahuan tentang gula darah, bagaimana untuk lebih sehat, dan lain-lain.

Artinya Halodoc akan banyak bermain di konten untuk edukasi?

Konten dan edukasi itu salah satu bentuk solusinya. Saya sering ngobrol dengan teman-teman dari beberapa kementerian. Mereka bilang untuk menjawab hoax itu sering menggunakan Halodoc sebagai supporting content, jadi Halodoc berperan sebagai hoax buster .

Ke depan, yang besar itu adalah kebutuhan orang untuk menjaga diri supaya tetap sehat. Preventive major. Karena selama covid-19 ini kan tiba-tiba seluruh rakyat Indonesia semua jadi ahli kesehatan. Semua ini menumbuhkan keinginan orang untuk sehat.

Bagaimana dengan era Omicron saat ini?

Mungkin di era Omicron kita jauh lebih tenang karena sudah lebih rapi. Hampir semua sistem sudah otomatis. Dari suplai obat kami ready, suplai dokter juga siap, dari testing ready, RS juga kami hubungannya siap. Saya rasa kami on the right place to support Indonesia to be a healthier nation di dalam menghadapi Omicron.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...