Lewat Gim DreadOut, Bawa Identitas Lokal ke Tingkat Global

Yuliawati
Oleh Yuliawati
5 Mei 2019, 09:52
Pendiri Digital Happiness (DreadOut) Rachmad Imron
Katadata
Pendiri Digital Happiness (DreadOut) Rachmad Imron

Di tengah banyak himpitan yang dihadapi pengembang gim lokal, PT Digital Semantika Indonesia atau dikenal Digital Happiness meraih sukses lewat DreadOut. Tak terbatas gim, Digital Happiness juga mengembangkan bisnis dengan menjual Intelectual Properti (IP) DreadOut dalam bentuk film layar lebar yang tayang pada Januari lalu.

Dalam proses awal produksi, pendiri Digital Happiness Rachmad Imron sempat mengalami kesulitan pendanaan.
Imron dkk memutuskan untuk mencari dana lewat crowfunding sekitar Juni 2013. Crowfunding dipilih sebagai cara melakukan tes pasar atas produk mereka.

Demo Dreadout ternyata menarik minat banyak pemain gim asing terutama dari Amerika dan Eropa. Crowfunding lewat Indiegogo pun memperoleh US$ 29 ribu dari target awal US$ 25 ribu. Jumlah ini memang belum mencukupi kebutuhan modal produksi gim sekitar US$ 200 ribu. Sisa modal dipenuhi dari kocek perusahaan desain milik Imron dkk, Iris Desain.

(Baca: Langkah Panjang Gim Lokal Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri )

Sejak peluncuran perdana pada Mei 2014 hingga saat ini, DreadOut telah telah diunduh sebanyak satu juta kali dengan jumlah unduhan berbayar 500 ribu kali. Dengan harga jual gim US$ 14,99 di market place Steam, maka hitungan kasar dari pendapatan kotor dari penjualan DreadOut ini sekitar US$ 7,4 juta.

DreadOut merupakan gim horor dengan nuansa Indonesia yang kental. Tokoh utamanya seorang anak perempuan SMA bernama Linda yang bertemu dengan berbagai karakter hantu lokal seperti kuntilanak dan pocong.

Saat ini Imron dkk sedang menyiapkan DreadOut 2. Berbeda dengan seri pertama, DreaOut 2 akan menggalang dana dari investor dan lewat sponsorship. Imron mengatakan dalam proyek DreadOut 2 hendak menawarkan kerja sama dengan berbagai produk dengan merk lokal yang akan tampil di gim.   

"Sekarang lebih mengajak kerja sama menguatkan identitas lokal. Jadi kami mengambil langkah lebih ke depan, agar brand-brand lokal masuk atau tampak di Dreadout 2," kata Imron dalam wawancara khusus dengan Yuliawati, Ratri Kartika, Hindra Wijaya dan Yomas Suryo, beberapa waktu lalu.

Berikut wawancara lengkap Imron dengan Katadata.co.id:

Mengapa memilih membuat gim horror?

Sebenarnya mengapa kami membuat gim karena penasaran, belum ada gim lokal yang sesuai bayangan kami. Memang sudah ada gim lokal, tapi kami ingin sesuatu yang oke dengan identitas lokal yang kuat.Saya sejak kecil belajar banyak budaya dari gim. Tahu soal Samurai, Ninja, atau Viking, itu semua dari gim. Gim itu memiliki identitasnya masing-masing dari negara mereka berasal. Nah bermula dari itu, kami ingin memperkenalkan sesuatu, bagian kecil dari sebuah Indonesia, ya lewat horror karena unik.

Bagaimana proses sehingga DreadOut menjadi film?

Sebenarnya sudah lama kami memikirkan bahwa DreadOut ini dapat dibuat film. Sebelum tawaran dari Kimo Stamboel, sudah banyak tawaran yang datang. Namun, tanpa bermaksud mengecilkan sutradara yang lain, kami memang nge-fans dengan film-film Kimo. Saya sempat tanya ke teman-teman siapa sutradara pilihan mereka, keluarlah nama Mo Brothers.

Sebelum itu ada beberapa production house yang mendekati kami. Tapi enggak cocok dengan visi mereka. Terus, Kimo itu datang dan kami melihat Kimo serius mengembangkan filmnya, meski saat itu dia sibuk dengan film Headshot. Kami juga sepaham dengan visinya membangun Intellectual Property (IP) gim ini. Jadi, akhirnya kami setuju dan kami serahkan lisensi IP kami kepada Kimo.

Apakah tim Digital Happiness juga mempertimbangkan rekam jejak Mo Brothers sebagai pembuat film horror?

Kami melihat Mo karena dia cukup terkenal di dunia global, banyak film diputar di festival film. Jadi pendekatan kami sama, dia going global dulu.

Sempat khawatir pembuatan film mengalahkan pamor gim?

Tidak sih. Bahkan kami memang memberikan kebebasan. This is your own DreadOut, this is your own universe, silakan kau mengembangkan seperti bagaimana. Biarkan yang film besar,  gim-nya juga tetap jalan.

Film Dreadout
Diskusi film DreadOut (Dini Hariyanti | Katadata)

Apakah film yang tayang telah sesuai dengan ekspektasi Digital Happiness?

Ekspektasi kami pasti sebesar mungkin. Tapi, Alhamdulillah sih, cukup lumayan. Film ditonton sekitar 831 ribu meskipun kalah dengan film lain seperti Keluarga Cemara. Tapi, so far kami senang mendapat appreciate dengan konsumen lokal.

Sekarang Digital Happiness sedang menyiapkan DreadOut 2, bagaimana sistem pendanaan yang digunakan?

Saat ini kami terbuka dengan investor. Dulu saat pertama kali memulai DreadOut, kami bergerilya menggunakan cara independen (crowfunding). Namun sekarang pengembang dan pembuat gim sudah semakin banyak. Saat ini kebutuhannya lebih ke marketing budget untuk gim.

Sudah ada investor yang tertarik mendanai Dreadout 2?

Ada beberapa investor potensial.  Ada macam-macam, angel investor, ada juga dari publisher luar. Masih dalam tahap negosiasi.  

DreadOut pertama kali mengumpulkan dana lewat crowdfunding, namun sekarang memilih jalur dari investor atau sponsor. Dari konsekuensinya, perbedaan signifikannya seperti apa?

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...