• Presiden Joko Widodo menginginkan negara ini tak lagi menjadi pengekspor komoditas mentah.
  • Percepatan hilirisasi di sektor mineral tambang salah satunya untuk mendukung program kendaraan listrik. 
  • Ada berbagai tantangan dan kendala dalam melakukan proyek hilirisasi. 


Era kejayaan komoditas bahan mentah sudah berakhir. Presiden Joko Widodo mengatakan hal ini dan mendorong Indonesia menjadi negara industri berbasis pengembangan inovasi teknologi. 

“Kita harus berani mengubah struktur ekonomi yang selama ini berbasis komoditas untuk masuk ke industrialisasi,” katanya di Karawang New Industrial City, Jawa Barat, Rabu (15/9). 

Indonesia perlu strategi untuk keluar dari jebakan negara pengekspor bahan mentah dengan cepat. Hilirisasi komoditas menjadi opsi. “Sehingga bisa memberikan peningkatan nilai ekonomi sangat tinggi,” ucap Jokowi.

Langkah awal untuk mencapai tujuan itu sebenarnya sudah berjalan saat ini. Pemerintah akan menutup keran ekspor produk mineral yang belum dimurnikan pada 2023. Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mineral dan batu bara alias UU Minerba

Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mendorong proyek-proyek pabrik pemurnian atau smelter selesai tidak melebihi dari 2023. 

Selama ini minerba, terutama batu bara, menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi ekspor hasil tambang tersebut mencapai 9,39% dari total ekspor tahun lalu sebesar US$ 163 miliar. Nilai ekspornya, seperti terlihat pada Databoks di bawah ini, mencapai US$ 14,55 miliar.

Persentase tersebut hanya kalah dari minyak sawit yang mencapai 11,9%. Volume ekspor batu bara mengalami kenaikan sejak 2005 hingga mencatat rekor tertinggi seberat 384,3 juta ton pada 2012. 

Namun, setelah itu mengalami penurunan hingga 2016. Kemudian kembali mengalami kenaikan hingga 2019 seiring meningkatnya permintaan batu bara dari Tiongkok.

Mineral nikel sebenarnya sudah lebih dulu tidak boleh diekspor. Larangan ini berlaku per 1 Januari 2020.

Aturannya tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019 tentang pengusahaan pertambangan minerba. Kebijakanya merupakan turunan dari UU Minerba yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. 

Pemerintah berharap dengan larangan ekspor produk mentah, maka industri terpacu untuk mengolahnya di dalam negeri. Dengan begitu, pendapatan negara pun meningkat.

Sebagai informasi, lembaga ilmiah Amerika Serikat, United States Geological Survey, melaporkan produksi nikel dunia mencapai 2,5 juta metrik ton pada 2020.  Dari angka tersebut sebesar 760 ribu ton berasal dari Indonesia. Catatan ini membuat Tanah Air berada di posisi puncak produsen nikel global.

Hilirisasi untuk Kendaraan Listrik

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha menyebut pembangunan smelter akan menambah pemasukan negara. Karena itu, ia mendorong para pemilik tambang untuk membangunnya sehingga tercipta integrasi dari hulu hingga hilir.

Pemerintah dapat memberikan kemudahan investasi di sektor ini. “Untuk kewajiban royalti dapat dilakukan di hilir agar tidak memberatkan investor pada awal investasi,” katanya saat kunjungan di pabrik smelter nikel PT Virtue Dragon Nickel Industri di Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara, kemarin. 

Pembangunan smelter akan menambah pemasukan negara ketimbang mengekspornya dalam bentuk bahan mentah. “Smelter juga memberi efek beranti ke sektor perekonomian, dengan kehadiran pemasok dan industri lain, serta peningkatan lapangan kerja,” ucap Satya. 

Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan percepatan hilirisasi di sektor mineral salah satunya untuk mendukung program kendaraan listrik atau EV. Untuk mewujudkannya, pemerintah sudah membentuk holding badan usaha milik negara (BUMN) baterai, bernama PT Indonesia Battery Corporation. 

Pada saat pembentukannya pada Maret lalu, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan Indonesia tidak mau lagi kehilangan tren masa depan. Sudah dua kali negara ini melewatkannya. Pertama, booming minyak bumi pada 1970an. Lalu, booming batu bara di era 2000-an.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement