Peneliti Inggris Sebut Omicron Tak Terbukti Lebih Ringan dari Delta

Yuliawati
Oleh Yuliawati
20 Desember 2021, 16:31
omicron, Inggris,
ANTARA FOTO/REUTERS/Flavio Lo Scalzo/hp/cf
Annalisa Malara, dokter yang mendiagnosa pasien Italia pertama dengan COVID-19, bersama dengan dr. Ricevuti, Sabtu (20/2/2021), berpose untuk foto di Rumah Sakit San Matteo di Pavia satu tahun setelah Codogno menjadi pusat penyakit virus korona (COVID-19) di Eropa, Italia, Kamis (18/2/2021).

Peneliti Inggris Imperial College London (ICL) membuat studi yang menyimpulkan "tidak ada bukti" bahwa varian virus corona Omicron lebih ringan daripada Delta. Pendapat ini berbeda dari beberapa ahli yang mengatakan Omicron tak akan berdampak besar pada sistem perawatan kesehatan.
 
Studi yang dipublikasi pada akhir pekan lalu ini juga menemukan bahwa risiko infeksi ulang dengan Omicron lebih dari lima kali lebih tinggi dari Delta.

Penelitian non-peer-review ini berdasarkan pada data Badan Keamanan Kesehatan Inggris (HSA) dan Layanan Kesehatan Nasional (NHS) pada pasien positif Covid-19 melalui tes PCR di Inggris pada kurun 29 November hingga 11 Desember.

“Dilihat dari status vaksin, usia, jenis kelamin, etnis, status tanpa gejala, wilayah dan tanggal spesimen, Omicron dikaitkan dengan risiko infeksi ulang 5,4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan Delta,” bunyi studi tersebut, dikutip dari Al Jazeera.

Lebih lanjut, peneliti menyebutkan: “kami tidak menemukan bukti (untuk risiko kehadiran rawat inap dan status gejala) Omicron memiliki tingkat keparahan yang berbeda dari Delta,” kata penelitian tersebut, meskipun menambahkan bahwa data rawat inap masih sangat terbatas.

ICL membuat analisis berdasarkan 333.000 kasus, termasuk 122.062 Delta dan 1.846 kasus varian virus corona Omicron yang terikonfirmasi melalui sekuensing genom.

Temuan baru ini bakal mempercepat kebijakan pembatasan atau karantina di beberapa negara Eropa dalam upaya membendung penyebaran varian baru.

“Mengingat penyebaran varian Omicron yang sangat cepat hingga saat ini, kemungkinan besar varian ini akan menggantikan varian Delta yang beredar secara global dalam beberapa minggu mendatang,” kata Profesor ICL Azra Ghani.

Ghani lebih lanjut mengatakan perlu menunggu beberapa waktu lebih lama untuk memahami keparahan akibat Omicron. “Meskipun mungkin perlu beberapa minggu untuk memahami hal ini sepenuhnya, pemerintah perlu menyusun rencana sekarang untuk mengurangi potensi apa pun.  

Ilmuwan asal Afrika Selatan yang pertama kali mengidentifikasi Omicron bulan lalu, menyebutkan varian ini lebih ringan daripada yang sebelumnya. Namun, para ilmuwan mengatakan terlalu dini untuk menarik kesimpulan tegas.

“Kami percaya bahwa mungkin bukan hanya Omicron yang kurang ganas, tetapi … cakupan vaksinasi [dan] … kekebalan alami orang yang sudah pernah kontak dengan virus juga menambah perlindungan,” kata Menteri Kesehatan Joe Phaahla kepada konferensi pers pada hari Jumat.

ICL mengatakan pasien yang pernah terinfeksi Covid-19, tingkat perlindungan atas Omicron menjadi 19%.  Penelitian, yang melibatkan vaksin AstraZeneca dan Pfizer, juga menemukan peningkatan risiko yang signifikan mengalami kasus Omicron bergejala dibandingkan dengan Delta.
Perlindungan meningkat bila pasien menerima dosis booster. Tingkat efektivitas vaksin antara 0% hingga 20% setelah dua dosis, dan antara 55% dan 80% setelah dosis penguat.

"Studi ini memberikan bukti lebih lanjut tentang sejauh mana Omicron dapat menghindari kekebalan sebelumnya yang diberikan oleh infeksi atau vaksinasi," kata pemimpin studi Profesor Neil Ferguson dalam pernyataan ICL.

“Tingkat penghindaran kekebalan ini berarti bahwa Omicron menimbulkan ancaman besar dan segera bagi kesehatan masyarakat.”

Tetapi Dr Clive Dix, mantan Ketua Gugus Tugas Vaksin Inggris, mengatakan penting untuk tidak menginterpretasikan data secara berlebihan. “Kesimpulan yang dibuat didasarkan pada asumsi tentang Omicron di mana kami masih belum memiliki data yang cukup,” kata Dix. “Misalnya, kami tidak memiliki data tentang respons imun seluler yang sekarang mungkin mendorong efektivitas vaksin.”

Beberapa kesimpulan berbeda dari data yang muncul dari Afrika Selatan, di mana vaksin bertahan dengan baik terhadap penyakit parah dan kematian.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...