Kenaikan peringkat utang jangka panjang menjadi kado akhir tahun 2017 bagi ekonomi Indonesia. Lembaga Pemeringkat Internasional, Fitch Ratings, menaikkan peringkat Indonesia dari grade BBB- menjadi BBB dengan prospek stabil. Posisi ini satu level di atas batas bawah layak investasi (investment grade). Artinya, risiko gagal bayar utang relatif lebih rendah.
Fitch menilai kebijakan fiskal dan moneter Indonesia cukup efektif meningkatkan ketahanan ekonomi. Sebelumnya, Fitch, Moody's Investors Service, dan S&P, menempatkan Indonesia pada peringkat BBB-, yang merupakan batas bawah layak Investasi. Dengan naiknya peringkat versi Fitch, ada peluang Moody Investors Service dan S&P juga akan menaikkan rating Indonesia. akan menjadi sentimen positif bagi ekonomi Indonesia khususnya iklim investasi jangka panjang.
Investasi
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan, realisasi investasi Januari hingga September 2017 mencapai Rp 513,2 triliun atau 75,6% dari target investasi tahun tersebut.
Sepanjang triwulan III 2017, terjadi penambahan investasi Rp 176,6 triliun. Angka ini naik 3,4% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp 170,9 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama 2016, investasi tumbuh 13,7%. Investasi tersebut terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri Rp 64,9 triliun dan Penanaman Modal Asing Rp 111,7 triliun.
Berdasarkan sektor usaha, lima besar realisasi investasi Juli hingga September 2017 adalah listrik, gas, dan air sebesar Rp 22,1 triliun (12,5%), perumahan, kawasan industri, dan perkantoran Rp 19,9 triliun (11,3%), industri logam, mesin, dan elektronik Rp 18,9 triliun (10,7%), pertambangan Rp 18,2 triliun (10,3%), serta industri kimia dan farmasi Rp 16,3 trilium (9,2%).
Jika dilihat berdasarkan wilayah, Jawa masih mendominasi serapan investasi sepanjang 2017. Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, dan Jawa Tengah, menjadi empat wilayah yang memiliki realisasi investasi terbesar. Di luar itu, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Papua, dan Sulawesi Tengah termasuk 10 besar investasi tertinggi. 10 wilayah tersebut menguasai 75% capaian investasi Indonesia secara keseluruhan.
Penggangguran
Lantas, apakah kenaikan investasi berbanding lurus dengan penurunan angka penganggur? Dari sisi penyerapan tenaga kerja, BKPM mencatat, hanya 286 ribu orang yang bisa diserap pada kuartal III-2017. Jumlah tersebut memang naik 3,79 persen dari periode yang sama 2016 sebanyak 276 ribu. Namun, penyerapan kuartal tersebut justru lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang mencapai 345 ribu orang.
Adapun tingkat pengangguran nasional menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2017 sebesar 5,5% atau 7,04 juta orang. Angka tersebut naik dari Februari 2017 yang sebesar 5,33%. Tapi dibanding tahun sebelumnya, angka pengangguran turun 5,61%.
Masih menurut BPS, penurunan tenaga kerja tercatat banyak terjadi di sektor pertanian dan pertambangan. Di sektor pertanian, dari 37,77 juta tenaga kerja pada Agustus 2016 menjadi 35,93 juta pada Agustus 2017. Di sektor pertambangan, dari 1,48 juta menjadi 1,39 juta. Sedangkan, di sektor jasa, jumlah tenaga kerja naik dari 19,46 juta menjadi 20,48 juta, di industri dari 15,54 juta menjadi 17,01 juta. Begitu pula di sektor transportasi, dari 5,61 juta menjadi 5,76 juta. Sedangkan di sektor keuangan naik dari 3,53 juta menjadi 3,75 juta.
Di Jawa Barat, sebagai daerah dengan Investasi terbesar, terjadi penurunan pengangguran sebesar 0,27%. Namun, di DKI Jakarta yang notebene daerah kedua, justru mengalami kenaikan 1.78%. Jika dilihat pada 10 besar wilayah dengan investasi terbesar, hasilnya berimbang. Lima daerah terdapat penurunan, dan lima lainnya mengalami kenaikan.
Jika ditelaah lebih jauh, sektor pekerjaan dominan di suatu daerah sangat mempengaruhi perubahan pengangguran. Jawa Barat, dengan masyarakat yang terfokus pada sektor perdagangan, industri dan jasa mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat investasi yang sejalan dengan sektor dominan di daerah tersebut.
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan bahwa investasi tinggi yang tidak diikuti penyerapan tenaga kerja lebih disebabkan dana yang masuk lebih mengarah kepada intensifikasi modal. Tidak sedikit pula investor yang menanamkan modalnya yang mengarah kepada teknologi, sehingga tidak perlu penambahan tenaga kerja.
Secara umum, peningkatan investasi, meski menyerap tenaga kerja, belum cukup untuk menurunkan pengangguran. Investasi yang masuk umumnya pada sektor non-pertanian, padahal sektor pertanian menyediakan lapangan kerja bagi hampir 40 persen angkatan kerja Indonesia. Saat sektor pertanian lesu dan jumlah pekerjanya berkurang, maka akan mendongkrak angka pengangguran nasional.
***
Nazmi Haddyat Tamara adalah Data Analyst dan Statistician Katadata. Saat ini, dia mengisi posisi tim Data pada divisi Riset dan Data Katadata. Menempuh pendidikan pada jurusan Statistika IPB dan telah berpengalaman dalam pengolahan dan analisis data pada berbagai topik.
Catatan:
Semua data yang diolah pada tulisan ini diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Editor: Nazmi Haddyat Tamara