Pertamina Buka Peluang Petronas Ikut Garap Blok East Natuna
PT Pertamina (Persero) membuka peluang bagi perusahaan migas Malaysia, Petronas, untuk masuk dalam konsorsium di Blok East Natuna, Kepulauan Riau. Apalagi saat ini kontrak bagi hasil (PSC) blok tersebut belum ditandatangani.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan Petroliam Nasional Berhad (Petronas) memang pernah pernah menjadi anggota konsorsium di Blok East Natuna sebelumnya. Tapi kemudian mengundurkan diri.
“Kalau Petronas akan masuk lagi saya kira memungkinkan saja, mengingat tantangan di sana yang cukup besar,” kata dia kepada Katadata, Kamis (2/9).
Petronas bergabung dalam konsorsium East Natuna saat penandatanganan Principle of Agreement (PoA) eksplorasi dan eksploitasi wilayah East Natuna pada 19 Agustus 2011. Saat itu komposisi memegang hak kelolanya adalah Pertamina 35 persen, ExxonMobil 35 persen, Petronas 15 persen dan Total 15 persen.
(Baca: Pertamina Klaim Total Mundur dari Konsorsium Blok East Natuna)
Setahun kemudian, Petronas hengkang dari konsorsium tersebut dan masuklah PTT EP dari Thailand. Selain Petronas, Total juga tidak lagi menjadi konsorsium Blok East Natuna. “Sekarang konsorsium tinggal bertiga,” ujar Syamsu Alam.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan jika Petronas ingin bergabung, harus bernegosiasi terlebih dahulu dengan kontraktor blok tersebut, melalui mekanisme bisnis biasa. "Bisa jadi dalam perjalanannya masuk, tetapi Petronas nanti mengambil porsi (kontraktor) yang mana," kata Dwi di Gedung DPR Jakarta, Kamis (1/9).
Saat ini ketiga anggota konsorsium yang ada, yakni Pertamina, ExxonMobil Indonesia, dan PTT EP sedang membahas mengenai penandatangan kontrak bagi hasil (PSC). Penandatangan ini ditargetkan bisa dilakukan bulan depan.
(Baca: Pemerintah Siapkan Kontrak Khusus untuk Blok East Natuna)
Salah satu pembahasannya adalah mengenai syarat dan ketentuan yang ada dalam kontrak bagi hasil. Menurut Dwi Soetjipto blok tersebut akan ekonomis jika bagian kontraktor lebih besar dibandingkan pemerintah. “Salah satu opsi misalnya PSC-nya 60 berbanding 40, itu kemungkinan akan jalan,” ujar dia.
Dwi juga tidak menutup kemungkinan penggunaan skema sliding scale. Di mana bagi hasil tergantung produksi atau harga minyak. Selain itu juga dalam PSC juga memungkinkan adanya insentif agar blok itu ekonomis.
Untuk tahap awal, Blok East Natuna akan memproduksi minyak bumi. Sementara gasnya masih menunggu hasil studi karena memiliki kandungan karbondioksida (CO2) hingga 72 persen. “Teknologi pemisahan CO2 itu sudah umum juga tapi permasalahannya kan volumenya yang besar. Pasti membutuhkan biaya yang besar,” ujar dia.
(Baca: Menteri Luhut Ajak Petronas Ikut Garap Blok Migas di Natuna)
Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan juga telah mengajak Petronas ikut dalam pengelolaan migas di kawasan Natuna. Hal ini dibahas saat pertemuan bilateralnya dengan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Ahmad Zahid Hamidi, di Malaysia dua hari yang lalu.
“Kami ingin Petronas masuk bersama-sama Pertamina di sana (kawasan Natuna),” ujarnya di Jakarta, Rabu malam (31/8).
Luhut berharap dengan teknologi yang dimiliki, Petronas bisa mengoptimalkan potensi migas yang ada di kawasan tersebut. Apalagi blok migas di kawasan tersebut banyak mengandung kadar karbondioksida (CO2).