Indonesia tengah bersiap melakukan vaksinasi Covid-19 pada Januari tahun depan. Namun, kepercayaan masyarakat terhadap keamanan dan efektivitas vaksin yang masih rendah berpotensi menjadi ganjalan proses vaksinasi untuk menciptakan kekebalan komunitas.
Pemerintah menetapkan penggunaan enam jenis vaksin, salah satunya Sinovac yang sudah tiba di negeri ini sebanyak 1,2 juta dosis pada 6 Desember 2020 dan akan tiba 1,8 juta dosis lagi pada Januari 2021.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 16 Desember lalu pun telah menggratiskan vaksin bagi seluruh masyarakat. Keputusan ini menganulir rencana sebelumnya yang hanya menggratiskan vaksin bagi 32 juta penduduk prioritas, sementara sisanya harus membayar.
Kebijakan vaksin gratis telah termaktub dalam Pasal 3 Permenkes Nomor 84 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 yang terbit pada 18 Desember 2020. Termaktub pula dalam pasal tersebut pelaksanaan vaksinasi oleh pemerintah pusat dengan melibatkan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Pemerintah menargetkan vaksinasi kepada 70% penduduk Indonesia atau sekitar 182 juta orang dengan dua kali suntik dosis untuk mencapai herd immunity (kekebalan komunitas). Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai penyediaan perlu tetap mempertimbangkan efektivitas vaksin dan waste stage atau kemungkinan penyaluran tidak 100% lantaran kerusakan dan faktor lain.
Alhasil, menurut Sri Mulyani, jika efektivitas 90% maka pemerintah perlu menyediakan vaksin lebih banyak dari toal penduduk atau sekurangnya menambah 10% dari 182 juta orang agar mencapai target 70%.
Anggaran sementara untuk vaksinasi sebesar Rp 54,4 triliun pada 2021. Rinciannya, Rp 18 triliun berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 dan Rp 36,4 triliun dari anggaran kesehatan dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasionasl (PEN) 2020 yang belum terealisasi.
Pemerintah pun masih berusaha menambah anggaran dari realokasi DIPA Kementerian/Lembaga agar dapat memenuhi pendanaan bagi vaksinasi 182 juta penduduk.
Terkait hal ini, 70% masyarakat percaya pemerintah mampu menyediakan vaksin Covid-19, sebagaimana hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) periode 16-19 Desember 2020 terhadap 1.202 responden. Angka ini meningkat dari survei SMRC periode 9-12 Desember 2020 yang sebesar 67%. Artinya, masyarakat semakin yakin pada upaya pemerintah menyediakan vaksin Covid-19.
Meski demikian, dalam survei SMRC, belum seluruh masyarakat bersedia melakukan vaksinasi ketika vaksin telah tersedia. Hanya 37% yang menyatakan bersedia melakukan vaksinasi Covid-19. Sementara 17% menyatakan tidak akan melakukan vaksin dan 40% masih pikir-pikir.
Hal tersebut selaras dengan menurunnya kepercayaan publik terhadap keamanan vaksin dari pemerintah dalam survei SMRC. Dalam survei periode 9-12 Desember 2020, baru 61% masyarakat yang mengaku percaya terhadap keamanan vaksin Covid-19 dari pemerintah. Namun pada survei periode 16-19 Desember menurun menjadi hanya 53% yang menyatakan demikian.
Serupa, penurunan persentase terjadi pada persepsi kepercayaan publik bahwa vaksin dari pemerintah bisa menciptakan imunitas. Dalam survei SMRC 9-12 Desember 2020, sebanyak 59% publik yang memercayai vaksin dari pemerintah bisa menciptakan imunitas. Namun, dalam survei SMRC 16-19 Desember 2020, persentasenya turun jadi 51%.
Selain itu, persepsi masyarakat terhadap keamanan dan efektivitas vaksin berdasar asal impornya pun masih di kisaran 30%. Kepercayaan tertinggi pada vaksin asal Tiongkok, yakni 37% masyarakat yang memepercayainya dalam survei SMRC.
Sementara, berdasarkan hasil survei Kemenkes, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan UNICEF pada November 2020, alasan utama masyarakat menolak vaksinasi Covid-19 adalah khawatir terhadap keamanan (30%), tidak yakin vaksin efektif (22%), dan tidak percaya vaksin (13%).
Seluruh hasil survei tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk lebih meyakinkan masyarakat terhadap kualitas vaksin yang tersedia. Terlebih sampai saat ini belum satupun vaksin yang mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Khusus vaksin Sinovac dari Tiongkok, tingkat efektivitasnya pun masih simpang siur. Melansir Bloomberg, hasil riset di Brazil menyatakan tingkat efektivitas vaksin Sinovac lebih dari 50%. Namun, belum dapat dipastikan angka pastinya.
“Kami tidak tahu seberapa besar tepatnya efektivitas di atas 50% ini (vaksin). Bisa saja 60%, 70%, atau 80%,” kata Sekretaris Kesehatan Sao Paulo Jean Gorinchteyn.
Hasil berbeda datang dari Turki. Uji klinis di negara tersebut mendapati tingkat efektivitas vaksin Sinovac mencapai 91,25%. Namun, uji klinis ini hanya berdasarkan 29 kasus yang belum cukup memadai untuk menjadi kesimpulan.
Demi meyakinkan masyarakat mau menerima vaksinasi, Presiden Jokowi telah menyatakan akan menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid-19. Pernyataan ini disampaikannya pada 16 Desember 2020 lalu, saat mengumumkan penggratisan vaksin bagi seluruh penduduk Indonesia.
Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi