Advertisement
Advertisement
Analisis | Penjara, Sanksi atau Surganya Korban Narkoba? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Penjara, Sanksi atau Surganya Korban Narkoba?

Foto: Joshua Siringo ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Aktor Tio Pakusadewo buka-bukaan tentang pengalamannya sebagai narapidana kasus narkotika. Di balik jeruji hotel prodeo, bandar narkoba justru leluasa mengendalikan jejaring bisnisnya. Pemakai narkoba di sana masuk ke dalam lingkaran peredaran narkoba, alih-alih bersih dari kecanduan. Padahal, dalam peraturan, korban penyalahgunaan narkotika seharusnya direhabilitasi, bukan disanksi pidana.
Aditya Widya Putri
26 Mei 2023, 07.35
Button AI Summarize

Tabir di balik jeruji penjara tersingkap. Aktor Tio Pakusadewo mengungkapkan, penjara sebagai tempat yang aman berbisnis narkotika. Dalam wawancara siniar dengan Uya Kuya, dia menyebut narapidana narkotika menguasai hotel prodeo.

“Mereka bikin (narkoba) di dalam,” ujar Tio dalam siniar yang ditayangkan di akun Uya Kuya TV, pada 29 April 2023. 

Dia menyebut, seorang narapidana di Lapas Cipinang bahkan bisa mengatur pembuatan narkoba dari dalam sel hingga ke Bandung dan Bali. 

Menilik pada 2013, polisi pernah menemukan pabrik sabu di Lapas Cipinang. Pabrik tersebut dikatakan milik jejaring Freddy Budiman, yang saat itu sedang mendekam di Lapas Nusa Batu, Nusakambangan. 

Pada 2009, bahkan terungkap terpidana mati Benny Sudrajat mengendalikan beberapa pabrik sabu dari dalam penjara. Benny mengendalikan jejaringnya dari LP Pasir Putih, Nusakambangan. 

Menurut Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, mayoritas penghuni lapas merupakan narapidana narkotika. Pada 2021, Mahfud sempat mengatakan akibat kondisi tersebut proporsi lapas menjadi timpang dan kapasitasnya berlebih.

“Lebih dari 200 ribu narapidana atau warga binaan itu separuhnya, 50% itu kasus narkoba,” ujar Mahfud.

Secara angka, Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan jumlah narapidana terbanyak di Asia, yakni 275.518 narapidana. Artinya jika dikonversi menurut hitungan Mahfud, sebanyak 140.000 orang merupakan narapidana kasus narkotika.

Kondisi ini terjadi akibat hukum yang memilih memenjarakan korban penyalahgunaan narkotika ketimbang menempuh jalan rehabilitasi.

Pasal 54 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan “pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.”

Dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN) No 11 tahun 2014 pun merekomendasikan rehabilitasi pengguna narkotika, pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika. Penjara, menurut peraturan tersebut, bukan tempat para pecandu.

Presiden Joko Widodo juga sempat menargetkan rehabilitasi sebagai napas pengendalian narkotika. Jokowi, panggilan akrabnya, ingin menggenjot pelayanan program rehabilitasi dari semula hanya 18.000 pada 2014, menjadi 100.000 pada 2015, dan 200.000 pada 2016.

Apakah target tersebut tercapai?

Lima tahun setelah BNN mengeluarkan Peraturan Kepala BNN No 11 tahun 2014, mereka menahan sekitar 42.000 tersangka tindak pidana narkotika pada 2019. Dari jumlah tersebut hanya 13.000 orang atau sekitar 30% yang mendapat rehabilitasi.

Halaman:

Editor: Aditya Widya Putri