Menelaah Pengenaan PPN Atas Transaksi Penjualan Saham

Image title
13 September 2022, 12:01
PPN, saham
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
Ilustrasi, karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (9/9/2022).

Seperti diketahui, Indonesia menerapkan sistem pemungutan pajak pertambahan nilai atau PPN dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa.

Pemungutannya kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, saat kita berbelanja di supermarket atau membeli barang di pusat perbelanjaan atau mall.

Secara spesifik, PPN didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak yang bersifat umum (general tax on consumption).

Sekilas tentang PPN

Pungutan PPN ini menyasar barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP), serta dibebankan kepada wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah mendapatkan status Pengusaha Kena Pajak (PKP).

PPN diperkenalkan dalam sistem perpajakan Indonesia pada 1983. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau lebih dikenal dengan UU PPN.

PPN dikenakan pada lima objek, yaitu BKP dan JKP di dalam daerah pabean, yang dilakukan pengusaha. Daerah pabean yang dimaksud adalah, seluruh wilayah Republik Indonesia. Kedua, PPN dibebankan untuk impor BKP.

Ketiga, PPN dikenakan pada pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Yang dimaksud dengan BKP tidak berwujud antara lain, hak paten, merk dagang, dan hak cipta. Pengenaan PPN juga diberikan untuk pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Terakhir, PPN dikenakan pada ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud, serta dan ekspor JKP oleh PKP.

Sebelum April 2022, besaran tarif PPN atas setiap transaksi jual beli barang dan/atau jasa adalah 10% dari nilai transaksi. Namun, sejak 1 April 2022, tarif ini berubah menjadi 11%.

Kenaikan tarif ini, diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan tarif PPN ini dilakukan secara bertahap, di mana pada Januari 2025 akan menjadi sebesar 12%.

Berdasarkan UU HPP, tidak semua transaksi barang dan jasa dikenakan PPN 11%. Barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, dan pelayanan jasa sosial merupakan barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Pada barang dan jasa tersebut, dikenakan berbeda yang akan diatur dalam peraturan menteri keuangan tersendiri.

PPN Atas Transaksi Saham

Ada salah satu transaksi yang terkena juga pungutan PPN, yakni transaksi saham. Meski saham sejatinya tidak masuk dalam kelompok BKP yang dikenakan PPN. Namun, dalam proses transaksi saham ada jasa yang dikenakan PPN, yaitu jasa pialang.

Jasa pialang atau broker sendiri adalah jasa individu atau perusahaan, yang bertindak sebagai perantara jual dan beli saham. Pihak ini yang mempertemukan emiten dengan investor untuk melakukan perdagangan jual beli di pasar modal.

Penegasan atas jasa pialang sebagai jasa terutang PPN, tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ.5/1990 tentang PPN atas jasa pialang.

Dengan ditetapkannya jasa pialang sebagai JKP, maka perusahaan sekuritas pun wajib menyandang status PKP. Penegasan keharusan perusahaan sekuritas ditetapkan sebagai PKP tertuang dalam SE 04/PJ.51/1991 tentang Perantara Perdagangan Efek Sebagai PKP.

Berdasarkan dua SE tersebut, perusahaan sekuritas wajib mendaftar ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan dikukuhkan sebagai PKP. Implikasi dari sektor yang terutang PPN serta status PKP, membuat perusahaan sekuritas wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN atas setiap penyerahan jasa pialang yang diberikan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...