Langkah Ringan Pemerintah Tarik Utang Berkat Era Bunga Rendah

Agustiyanti
26 November 2020, 20:31
utang pemerintah, bunga utang pemerintah, pandemi corona, utang pemerintah melonjak, burden sharing bi
Nattapong Boonchuenchom/123rf
Ilustrasi. Total utang pemerintah hingga Oktober 2020 mencapai Rp 5.877,71 triliun, melonjak 23,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Pandemi Covid-19 membuat pemerintah kian masif menarik utang untuk membiayai belanja negara di tengah penerimaan negara yang anjlok. Total utang pemerintah hingga Oktober 2020 mencapai Rp 5.877,71 triliun, melonjak 23,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Seiring utang yang meningkat, beban pembayaran bunga utang pun ikut terkerek. Namun, kenaikannya tak setinggi outstanding utang yakni mencapai 14% menjadi Rp 261,6 triliun.

Advertisement

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, imbal hasil surat berharga negara mengalami perbaikan seiring tekanan di pasar keuangan yang semakin mereda. Sepanjang tahun ini, rata-rata imbal hasil SBN rupiah tenor 10 tahun turun 12,44%, sedangkan dalam dolar AS turun hingga 30,44%.

"Kalau yield turun berarti beban bunga utang kita menurun," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita edisi November 2020 di Jakarta, Senin (25/11).

Utang pemerintah pada Oktober bertambah lebih dari Rp 100 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 5.756 triliun. Secara perinci, utang pemerintah per September dapat dilihat dalam databoks di bawah ini. 

Dalam bahan paparan Sri Mulyani dijelaskan bahwa perbaikan yield SBN antara lain didorong oleh sentimen dari hasil Pemilihan Presiden AS. Selain itu, kesepakatan RCEP dan perkembangan vaksin turun mendorong penurunan yield SBN.

Penurunan yield SBN dalam valas yang lebih tinggi dibandingkan SBN rupiah terjadi di tengah kepemilikan asing yang masih rendah yakni di kisaran 26%. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko, SBN yang digenggam asing hingga 17 November mencapai Rp 960,88 triliun dari total SBN yang beredar Rp 3.669,39 triliun.

Pemerintah hingga 17 November telah menerbitkan Surat Berharga Negara secara bruto mencapai Rp 1.351,69 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara sebesar Rp 1.007,96 triliun dan sukuk Rp 343,7 triliun.

Sementara itu, Sri Mulyani mencatat pembiayaan utang secara neto hingga Oktober 2020 mencapai Rp 958,6 triliun atau 78,5% dari target Perpres 72 Tahun 2020. Realisasi pembiyaan terdiri dari penerbitan SBN neto Rp 743,5 triliun dan pinjaman neto Rp 15,2 triliun.

Penerbitan SBN dan penarikan pinjaman neto merupakan total penerbitan SBN atau pinjaman dikurangi dengan pembayaran SBN atau pinjaman jatuh tempo.

Pandemi Covid-19, menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini membuat hampir seluruh negara harus mengambil langkah melawan siklus dengan menggelontorkan stimulus. Hal ini berdampak pada peningkatan utang.

Rata-rata porsi utang negara-negara G20 yang sebelum pandemi sudah cukup tinggi dan berada di atas 100% terhadap PDB makin melonjak. Kini, rasio utang mereka mencapai sekitar 130% terhadap PDB. Sementara rata-rata rasio utang negara emerging market yang sebelum pandemi mencapai 50% terhadap PDB, kini mencapai hingga 70%.

"Jadi rasio utang Indonesia yang sebelumnya mencapai 30% dan kini naik menjadi 36% atau 37% terhadap PDB, ada di bawah negara-negara tersebut," katanya.

Efek Burden Sharing dan Bunga 'Murah' BI

Ekonom Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi menjelaskan pembiayaan melalui skema burden sharing dengan Bank Indonesia menjadi salah satu penyebab beban pembayaran bunga utang pemerintah lebih ringan.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement