Efek Pandemi "Menyehatkan" Kepemilikan Surat Utang Negara

Agustiyanti
12 Januari 2021, 18:50
pandemi covid-19, porsi kepemilikan asing, kepemilikan surat utang, aliran modal asing, utang pemerintah, kepemilikan asing di utang pemerintah
123RF.com/Nuthawut Somsuk
Ilustrasi. Porsi kepemilikan asing pada surat utang pemerintah sebesar 25,16% pada akhir tahun lalu merupakan yang terendah sejak 2009.
  • Porsi kepemilikan asing pada surat utang negara anjlok dari 38,75% pada akhir 2019 menjadi 25,16% pada akhir 2020. 
  • Kepemilikan asing yang tinggi berpotensi meningkatkan volatilitas rupiah. 
  • Pemerintah diharapkan mampu menjaga kepemilikan asing di bawah 30%.

Pandemi Covid-19 yang merebak di Indonesia dan berbagai negara sejak kuartal pertama 2020 membuat investor berbondong-bondong kabur dari Indonesia. Efeknya, porsi kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara pada tahun lalu anjlok. Namun, justru lebih sehat untuk rupiah.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pembiyaaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan, porsi kepemilikan asing di surat utang negara pada akhir tahun lalu turun dari 38,75% menjadi 25,16%. Porsi kepemilikan asing ini merupakan yang terendah sejak 2009. Porsi kepemilikan asing sejak 2010 selalu berada di atas 30%, bahkan nyaris mencapai 40% pada akhir 2017.

Advertisement

Secara nominal, jumlah surat utang yang digenggam asing pada akhir tahun lalu juga turun dari Rp 1.061,86 triliun menjadi Rp 973,1 triliun. Total surat utang pemerintah yang beredar hingga Desember 2020 mencapai Rp 3.870,76 triliun, naik lebih dari Rp 1.000 triliun dibandingkan akhir 2019 Rp 2.752,9 triliun.

Dari total surat utang yang beredar kini kepemilikan paling banyak digenggam oleh perbankan mencapai 35,54% pada akhir tahun lalu, naik dibandingkan tahun sebelumnya 21,12%. Jumlah surat yang digenggam asing mencapai Rp 1.375,57 triliun, melonjak lebih dari dua kali lipat dari Rp 581,37 triliun.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, rendahnya kepemilikan asing pada tahun 2020 disebabkan oleh aliran keluar sebesar $4,68 miliar dari pasar obligasi. Arus modal keluar ini seiring meningkatnya sentimen risk-off di pasar negara berkembang akibat meledaknya pandemi di bulan Maret.

Namun sejak kuartal keempat tahun lalu, mulai ada aliran modal asing. Sentimen vaksin, menurut Josua, membuat investor mulai melirik aset-aset berisiko, termasuk surat utang negara emerging market. "Aliran masuk ini akan berlanjut pada 2021, terutama jika vaksin sudah didistribusikan ke mayoritas masyarakat," ujar Josua kepada Katadata.co.id, Selasa (12/1). 

Berdasarkan data DJPPR, porsi kepemilikan asing pada awal 2021 naik tipis menjadi 25,25%. Secara nominal, surat utang yang digenggam asing hingga 5 Januari 2021 bertambah Rp 5,8 triliun dibandingkan akhir Desember 2020 menjadi Rp 978,99 triliun. Meski demikian, pemerintah pada pekan pertama 2021 telah menerbitkan surta utang global sebesar US$ 3 miliar dan 1 miliar euro atau setara Rp 58 triliun. 

Di sisi lain, Josua memperkirakan sektor perbankan masih akan melanjutkan tren pembelian SBN pada tahun ini karena pertumbuhan kredit yang diperkirakan baru pulih menjelang akhir tahun. OJK sebelumnya memproyeksi kredit tahun ini hanya akan tumbuh 6% hingga 7%.

"Dengan likuiditas yang ample dan sektor riil yang belum pulih, perbankan akan cenderung mendistribusikan dananya ke SBN. Namun, penambahannya tidak akan sesignifikan pada tahun lalu," katanya.

Josua pun memperkirakan kepemilikan SBN masih akan didominasi perbankan pada tahun depan meski porsinya berpotensi menurun seiring kepemilikan asing yang kemungkinan meningkat.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement