Rendahnya Rasio Lacak Kasus Covid-19 di Jakarta Jelang PSBB

Ameidyo Daud Nasution
11 September 2020, 14:41
virus corona, psbb, jakarta
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Tes ke pedagang di Pasar Thomas, Jakarta, Rabu (17/6/2020). Pemeriksaan tes usap di sejumlah pasar secara langsung tersebut dilakukan guna memutus rantai penularan COVID-19.

Terus bertambahnya kasus positif Covid-19 di Jakarta membuat Gubernur DKI Anies Baswedan menarik rem darurat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Rencananya PSBB di Ibu kota akan berlaku lagi pada Senin (14/9).

Melonjaknya kasus corona di Jakarta ternyata sejalan dengan rendahnya rasio lacak dan isolasi (RLI) pasien Covid-19. Dari data KawalCovid-19, rasio pelacakan kasus hingga Rabu (9/9) hanya 1,9.

Ini berarti kurang dari dua kontak erat yang ditemukan dari setiap kasus Covid-19. Angka ini terus menurun dari di atas 4 pada pertengahan Juni 2020. Padahal idealnya jumlah positif pelacakan seharusnya mencapai 30 tiap satu konfirmasi positif.

Koordinator Data KawalCOVID-19 Ronald Bessie mengatakan hal ini menjadi salah satu alasan kasus corona di Jakarta kembali meningkat.  “Karena problem mendasarnya mereka bisa menularkan bahkan sebelum gejala muncul,” kata Bessie kepada Katadata.co.id, Kamis (10/9).

Padahal penelusuran alias tracing ini merupakan satu dari dua langkah penanganan Covid-19 yang paling vital. Dua lainnya adalah testing (tes) dan treatment (perawatan) sehingga semua proses ini disebut 3T.

Berbeda dengan tes dan perawatan, penelusuran kasus merupakan ranah pemerintah baik di pusat dan daerah. Oleh sebab itu Bessie meminta PSBB total ini dijadikan momentum perbaikan pada kemampuan Puskesmas hingga Dinas Kesehatan mengendus kontak erat Covid-19.

“Nanti akan terlihat apakah fasilitas, tenaga kesehatannya atau memang rasio terhadap kasus yang ditangani sudah cukup. Tapi harus ada terobosan,” katanya.

Dari data mereka, hingga Rabu (9/9) masih ada 15.342 atau 30,9% kasus Covid-19 di DKI Jakarta yang belum diketahui dan sedang dalam penelusuran. Bessie menjelaskan tracing juga memiliki potensi kegagalan dalam pelaksanaannya lantaran tak ada indikator yang jelas dari otoritas kesehatan.

Ini membuat petugas di lapangan tak mampu memeriksa seluruh kontak erat “Harusnya semua dianggap kontak erat saja,” katanya.

Dia juga mencontohkan adanya negara yang mampu melakukan tracing kasus positif dengan baik. Salah satunya Korea Selatan yang memacu penelusuran meskipun kasus Covid-19 menurun.

Ini dilakukan agar tak ada kasus positif di Negeri Ginseng yang terlewat. “Mereka ketika kasus menurun malah dipacu hingga 1:100 orang,” kata dia.

Tes dan Lacak Jadi Kunci

Selain itu dia juga menyoroti tes yang cenderung stagnan efisien sepanjang Juli dan Agustus. Dari data KawalCOVID-19, sepanjang dua bulan itu jumlah uji harian di DKI rata-rata hanya berada di angka 4.000 tes meski belakangan meningkat. “Tes harus jadi perpanjangan tracing, begitu juga sebaliknya,” kata Bessie.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...