Tugas Berat Menteri ESDM Baru: Blok Terminasi Hingga Produksi Migas

Arief Kamaludin (Katadata)
Gedung Kementerian ESDM.
2/10/2019, 18.58 WIB

Beberapa hari mendatang komposisi kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin untuk periode 2019-2024 akan segera diumumkan. Bursa calon menteri kian ramai diperbincangkan, salah satu yang tak kalah seksi yakni calon Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Beberapa nama pun mulai bermunculan, dari kalangan profesional hingga tokoh partai. Namun, perlu diketahui Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar masih meninggalkan sejumlah pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan oleh ESDM I berikutnya.

Adapun salah satunya yakni terkait keputusan pengelolaan blok terminasi yang akan habis masa kontraknya dari tahun 2023 hingga 2026. Pemerintah, tepatnya pada tahun 2018 pernah menargetkan penetapan blok terminasi hingga 2026 tuntas tanpa sisa.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi saat dikonifrmasi mengenai hal ini menyebut bahwa Pemerintah sudah memproses salah satu Blok yang masa kontraknya akan berakhir di tahun 2025 yakni Blok Pangkah.

(Baca: Saka Energi Ajukan Proposal Perpanjangan Blok Pangkah)

"Kan ini sedang dievaluasi oleh SKK Migas. Sesuai dengan arahan Wamen kemarin bahwa saat ini ada salah satu yang sudah mengajukan proposal perpanjangan yakni Blok Pangkah oleh Saka Energi," ujar Agung saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Rabu (2/10)

Lebih lanjut menurut Agung, jika blok terminasi tidak memungkinkan untuk dirampungkan semua oleh pemerintah saat ini. Diperkirakan pekerjaan tersebut akan dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya.

Sebelumnya Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Migas Djoko Siswanto pernah mengatakan pemerintah sudah mempunyai target untuk menyelesaikan sisa 22 wilayah kerja (WK) terminasi di 2018 setelah melakukan evaluasi dari pengajuan proposal para kontraktor yang masuk.

Nantinya, blok terminasi 2020 akan mulai diumumkan pada bulan Juni dan berikutnya dilakukan bertahap tiap bulan hingga yang terminasi tahun 2026. "Kita akan segera putuskan setelah evaluasi. Kita berharap itu selesai semua pada bulan Desember 2018," ungkap Djoko, Senin (14/5) 2018 seperti dikutip dari laman web resmi Ditjen Kementerian ESDM, Kamis (26/9).

(Baca: Keputusan Jonan Perpanjang Pengelolaan Blok Corridor Dipersoalkan)

Hingga saat ini jumlah blok yang masih dalam tahap evaluasi dan belum diputuskan yakni Blok Jabung yang akhir kontraknya 26 Februari 2023. Kontraktor saat ini adalah Petrochina Internastional Jabung Ltd (42,86%), Petronas Carigali Jabung Ltd (42,86%), dan Pertamina (14,29%).

Berikutnya Blok Bangko (Jambi) dengan akhir masa kontrak 16 Februari 2025. Kontraktor blok ini yaitu Petrochina Int Bangko Ltd (100%). Kemudian Blok Pangkah (akhir kontrak 7 Mei 2025) dengan kontraktornya Saka Pangkah BV (25%), Saka Indonesia Pangkah Limited (65%), dan Sangkah Pangkah LLC (10%).

Serta Blok Muriah yang kontraknya berakhir 31 Desember 2026. Kontraktor blok ini yaitu PC Muriah Ltd (80%) dan Saka Energi Muriah Ltd (20%).

Tak Hanya Urusan Blok Terminasi

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan banyak persoalan yang harus dihadapi Menteri ESDM mendatang. Menurutnya belum rampungnya keputusan beberapa blok terminasi menjadi salah satu tantangan tersendiri.

(Baca: Tahun Ini Pemerintah Kerjakan Pengeboran di Tiga Wilayah Panas Bumi)

Meski begitu, Mamin menilai dalam menentukan kelanjutan nasib dari suatu blok terminasi, Kementerian ESDM harus sangat berhati-hati, apakah nantinya dilanjutkan ke kontraktor eksisting atau diberikan ke pihak lain, misalnya Pertamina. "Pemerintah harus berhitung terkait dengan faktor keekonomian maupun politis," ujar Mamit kepada Katadata.co.id, Kamis (26/9).

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa keekonomian yang dimaksud yakni dampaknya terhadap penerimaan negara. Di samping itu, pemerintah saat ini menurutnya juga tidak perlu terburu-buru dalam menyelesaikan blok terminasi terutama untuk blok-blok yang masih panjang jatuh temponya.

"Jangan sampai nanti pemerintah salah langkah dalam menentukan kelanjutan blok tersebut sehingga dampaknya dapat merugikan negara," ujar Mamit.

Mamit memperkirakan langkah Menteri ESDM baru terkait keputusan pengelolaan blok terminasi tidaklah berat. Pasalnya, menteri baru bisa melakukan kajian kembali terkait apa yang sudah dibangun pemerintah saat ini. "Jika memang sudah baik tinggal dilanjutkan jika kurang diperbaiki," kata Mamit.

(Baca: Eksplorasi dan EOR Jaga Asa Capai Produksi Minyak 1 Juta BOPD di 2030)

Meski bergitu, pekerjaan rumah kedepan di sektor energi memang sangat banyak. Bukan hanya terkait keputusan pengelolaan blok terminasi. Namun permasalahan lifting produksi hingga cadangan migas yang dari tahun ke tahun semakin menurun juga tak kalah penting.

"Eksplorasi yang mandek, konsumsi BBM yang terus meningkat, BBM 1 Harga, subsidi energi baik itu LPG 3 kg maupun tarif listrik, EBT yang masih jadi anak tiri, UU Migas, dan UU Minerba masih menjadi PR yang harus diselesaikan," tutup Mamit.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai tantangan utama dari Menteri ESDM satu dengan yang lainnya relatif sama. Menurutnya, di sisi hulu yakni menaikkan cadangan dan produksi, sementara di hilir yaitu memenuhi ketersediaan pasokan energi.

Menurutnya untuk blok migas yang akan habis masa kontraknya wewenang tetap ada di tangan pemerintah. "Sejauh ini ada dorongan dari publik agar semua diserahkan oleh BUMN," ujar Komaidi kepada Katadata.co.id.

(Baca: SKK Migas Sebut 40 Proyek Migas Siap Berproduksi Hingga Tahun 2027)

Namun dalam konteks bisnis Komaidi menilai tidak semua blok migas habis masa kontraknya merupakan sebuah aset. Namun dalam kondisi terntentu dapat menjadi liabilitas. "Biasanya jenis kedua ini yang sudah untuk segera dibereskan," kata Komaidi.

Reporter: Verda Nano Setiawan