Diperpanjang 3 Bulan, DPR Prediksi Negosiasi Freeport Tetap Buntu

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Miftah Ardhian
11/10/2017, 17.40 WIB

Di sisi lain, surat penolakan yang dikirimkan CEO Freeport Richard Adkerson juga harus ditanggapi dengan hati-hati. Karena, apabila investasi besar seperti ini terus mengalami keributan, akan menjadikan iklim investasi Indonesia menjadi buruk. Walaupun hal-hal ini merupakan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi), hendaknya bisa diselesaikan dengan kesepakatan yang saling menguntungkan.

"Pak Jokowi ini memang keras. Kalau dia menghendaki sesuatu, pasti akan terus dikejar. Menterinya ini yang terpaksa harus bernegosiasi," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro juga memperkirakan proses negosiasi antara pemerintah dan Freeport bisa berlangsung lebih lama dari perpanjangan waktu yang sudah ditentukan. Sudut pandang yang berbeda pada kedua pihak membuat negosiasi ini bisa menemui jalan buntu.

Freeport bernegosiasi dengan menempatkan dirinya dari sudut pandang korporasi. Sedangkan, pemerintah berangkat dengan semangat nasionalisme di dalam melihat pengelolaan tambang ini. "Jika paradigmanya masih berbeda, saya kira berpotensi lebih lama prosesnya," ujar Komaidi.

Untuk mencapai kesepakatan, pemerintah perlu mencari titik optimal. Pemerintah tidak perlu terlalu kaku dalam menentukan langkah, tetapi tetap harus menguntungkan pihak Indonesia. Misalnya, keinginan Freeport mendivestasikan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pemerintah perlu mempelajari dan mempertimbangkannya, selama masih menguntungkan bagi Indonesia.

"Jika memang dapat masuk toleransi, tidak ada salahnya ditempuh alternatif tersebut," ujar Komaidi. (Baca: Pemerintah Serahkan Valuasi Saham Freeport ke Otoritas Bursa)

Halaman: