Menurut Wiratmaja, jika tidak menggunakan EOR, produksi minyak  terus menurun menjadi 300 ribu bph di 2025. ''Jadi Permen (peraturan menteri) EOR ini sangat penting sekali, terutama untuk  menaikkan produksi,'' katanya. (Baca: Biaya Produksi 48 Kontraktor Migas Mahal, tapi Hasilnya Sedikit)

Salah satu penggunaan EOR yang berhasil adalah lapangan Minas, Blok Rokan. Chevron sebagai pengelola lapangan itu memakai teknologi EOR stream flooding atau injeksi uap. Hasilnya produksi Blok Rokan bisa terjaga dan meningkat.

Ke depan, pemerintah berencana menugaskan Pertamina menggunakan teknologi EOR, meskipun itu kini sudah dipakai oleh anak usahanya yakni PT Pertamina EP. ''Ini sedang dibicarakan nanti ada di Blok-blok tertentu pakai EOR oleh Pertamina,'' kata Wiratmaja. 

Selain itu, teknologi ini juga akan diwajibkan bagi kontrak baru yang menggunakan skema gross split ketika menyusun proposal pengembangan lapangan (Plan of Development/PoD). Alasannya jika diterapkan untuk blok kontrak lama, ada penggantian biaya operasional (cost recovery). (Baca: Skema Gross Split Bisa Hambat Pengembangan Teknologi Migas)

Dengan biaya yang tidak murah, penggunaan cost recovery ini bisa saja membebani APBN. ''Kalau cost recovery dan produksi sama-sama naik kami senang, tapi jika cost recovery naik dan produksi turun baru masalah,'' ujar Wiratmaja.

Halaman: