Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution tidak keberatan dengan rencana kenaikan bea keluar untuk ekspor mineral mentah dari 5 persen menjadi 10 persen yang diusulkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kenaikan tarif sebesar 100 persen itu digadang-gadang bakal mendongkrak penerimaan negara dari perusahaan tambang.
"Tidak (keberatan) lah," kata Darmin di Jakarta, Jumat (13/1). Apalagi, bila hal tersebut sudah disepakati oleh Kementerian ESDM. Langkah itu juga diharapkan bisa mendongkrak penerimaan negara tahun ini. Sebab, seperti diketahui, setoran bea keluar dua perusahaan pertambangan besar yaitu PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (dulu dikenal dengan Newmont) hanya Rp 2,5 triliun sepanjang tahun lalu. Nilai ini turun 15,2 persen dibanding 2015.
(Baca juga: Setoran Bea Keluar Freeport dan Newmont 2016 Turun 15,2 Persen)
Usulan kenaikan tarif bea keluar untuk ekspor mineral mentah menjadi 10 persen itu tentunya membutuhkan persetujuan dari Kementerian Keuangan. Sebab, aturan turunannya berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku masih ingin mengkaji lebih dulu usulan tersebut.
“Jadi nanti diatur dalam PMK. Yang dilakukan oleh Menteri ESDM (Ignasius Jonan) akan kami lihat. Kami tuangkan dalam PMK untuk pelaksanaannya,” katanya di tempat yang sama.
Di sisi lain, Darmin berharap, perusahaan tambang bisa konsisten dalam menjalankan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. Aturan yang merupakan revisi keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara itu telah diteken Presiden Joko Widodo Rabu (11/1) lalu.
Dalam beleid tersebut diatur bahwa perusahaan tambang yang ingin mengekspor konsentrat atau mineral mentah harus mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) operasi produksi.
Selain itu, perusahaan tambang harus melaksanakan komitmennya untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Darmin menekankan, pengusaha harus menetapkan target per tahun untuk memenuhi komitmennya itu.
"Dia harus bilang tahun pertama berapa persen, tahun kedua juga, tahun ketiga. Bedanya dulu kalau enggak dibuat dicabut, tapi enggak dicabut-cabut juga. Tapi kalau ekspor disetop bisa," ujar dia. (Baca juga: Jokowi Teken Aturan Izin Ekspor Mineral dengan Tiga Syarat)
Selanjutnya, perusahaan tambang asing juga harus melaksanakan kewajibannya yaitu melepas 51 persen sahamnya (divestasi) kepada penanam modal dalam negeri.
Adapun, Sri Mulyani melihat PP tersebut masih sesuai dengan tujuan awal yakni hilirisasi. Sebab, agar bisa mengekspor hasil tambang, pengusaha harus berkomitmen membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). “Sesuai dengan spirit sebelumnya, apakah dengan Undang-Undang (UU) itu akan dilakukan hilirisasi dari smelter,” ujar dia.