Pemanfaatan Limbah Batu Bara Diklaim Efisienkan Anggaran Infrastruktur

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Ilustrasi. Pemanfaatan limbah batu bara dari PLTU untuk bahan baku pembuatan beton.
15/3/2021, 18.25 WIB

Pemanfaatan limbah batu bara hasil pembakaran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berpotensi mengefisienkan anggaran infrastruktur sebesar Rp 4,3 triliun sampai 2028. Limbah itu dapat diolah menjadi bahan baku untuk pembuatan beton. 

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan pemanfaatan limbah batu bara di negara maju telah dilakukan. Di Jepang, misalnya, pengolahannya hampir mencapai 96,4%.

Karena itu, pemerintah kini tak lagi memasukkan limbah batu bara PLTU ke dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B3). Kebijakan ini tertuang dalam turunan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021.

Jenis limbah yang keluar dari kategori B3 adalah fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu padat) atau FABA. Secara total, pemanfaatan limbah ini di seluruh dunia mencapai 53,5%. 

Rida mengatakan fly ash dapat menjadi campuran bahan baku beton. Potensi penyerapan pada usaha kecil untuk kegiatan usaha tersebut mencapai 500 ribu orang. Dengan begitu, pendapatan para pekerja dapat meningkat hingga Rp 25,3 triliun dalam waktu sepuluh tahun ke depan. 

“Kami sedang menyusun prosedur operasional standarnya (SOP) sehingga FABA bisa dimanfaatkan secara optimum,” katanya dalam konferensi pers, Senin (15/3). 

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin berharap agar aturan tersebut dapat dilihat dari kacamata positif. Pasalnya, secara nasional kebijakan pemanfaatan batu bara adalah sebagai sumber energi dan memberi nilai tambah. 

Ke depan, Indonesia akan banyak bertumpu pada sumber energi batu bara. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah tengah berupaya agar citra batu bara dapat berubah menjadi produk yang ramah lingkungan. "Semangat ini penting, bahwa pemerintah sunguh-sungguh sedang mengupayakan itu," kata Ridwan.

Melalui PP Nomor 22 Tahun 202,1, pemerintah ingin mengubah tata kelola pengelolaan FABA. Yang sebelumnya dilarang, kini diizinkan. 

Namun, pemerintah tetap akan mengawasi pengelolaan limbah batu bara secara ketat. “Ini kami jadikan acuan. Kebijakan ini tidak menafikan potensi ancaman, tapi lebih mengubah tata kelola yang sebelumnya dilarang," kata dia.

Sementara, Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan, keluarnya FABA dari limbah B3 bukan berarti mengabaikan pengawasan pemerintah dalam pengelolaan limbah. 

Ke depan para produsen listrik swasta (IPP) maupun perusahaan tambang yang akan mengelola FABA juga perlu melakukan revisi izin dokumen lingkungan. "Tetap akan dikawal. Limbah batu bara yang dimanfaatkan harus berasal dari pembakaran PLTU, bukan boiler," kata dia.

Reporter: Verda Nano Setiawan