Ambisi PLN memimpin transisi energi pada sektor ketenagalistrikan di Indonesia semakin besar. Hal tersebut terlihat dari komitmen perusahaan yang tak akan lagi menerima usulan penambahan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru mulai 2022.
Selain itu, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan pihaknya akan mulai mempensiunkan seluruh PLTU batu bara sebelum 2060. Langkah ini sebagai upaya perusahaan untuk menuju perusahaan netral karbon.
"Mulai 2022 ke depan tidak ada kontrak baru PLTU. PLN hanya jalankan kontrak yang sudah tandatangan PPA (power purchasing agreement/perjanjian jual beli listrik) dan sudah financial close (kepastian pendanaan)," kata Zulkifli dalam diskusi investor daily summit secara virtual, Rabu (14/7).
Adapun rencana untuk mempensiunkan PLTU ini akan dimulai pada 2026 hingga 2030, dengan kapasitas 1 gigawatt (GW), mengikuti selesainya kontrak PPA pembangkit tersebut.
Menurut Zul ketika kapasitas listrik dari PLTU terus menurun signifikan pada 2040, maka sebagai gantinya pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) akan mulai berkembang pada 2040. Pembangkit ini diperlukan untuk menjaga kelancaran sistem seiring dengan perkembangan teknologi nuklir.
Kemudian PLN akan keluar dari keseluruhan bisnis pembangkit listrik berbasis batu bara pada 2056. Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) secara besar-besaran akan dimulai pada 2028 dikarenakan kemajuan teknologi baterai yang semakin murah, yang perkembangannya meningkat secara eksponensial mulai 2040.
"Selanjutnya pada 2045 porsi EBT pembangkit listrik, dekade berikutnya seluruh pembangkit listrik berasal dari EBT," katanya.
Untuk diketahui, pemerintah berencana untuk menyetop pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru setelah 2025. Langkah ini dinilai akan berdampak signifikan pada upaya mencapai dekarbonisasi di 2050 dengan mengurangi konsumsi batu bara yang menjadi bahan bakar PLTU.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana sebelumnya menjelaskan penghentian proyek PLTU baru akan membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mencapai target dekarbonisasi pada 2050.
"Apabila PLTU tidak disetop, akan sulit untuk EBT masuk, dan juga ini tidak sejalan dengan arah net zero carbon," kata dia kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu, Senin (31/5).
Sejak 2008, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mendominasi kapasitas pembangkit di Indonesia. Pada Juni 2020, pembangkit tersebut telah menghasilkan 35.220 MW atau 50% dari total kapasitas. Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) menyusul dengan 20.537 MW.