Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika menganggap Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo telah berbohong kepada pemerintah terkait krisis persediaan pasokan batu bara untuk pembangkit listrik.
Dia menceritakan bahwa pada 24 Desember 2021 Menteri ESDM Arifin Tasrif melakukan kunjungan ke pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Saguling untuk memastikan keandalan pasokan listrik.
Dalam kunjungan tersebut, PLN menyampaikan bahwa pasokan listrik dalam kondisi aman dan tidak ada masalah. Namun, beberapa hari kemudian, Dirut PLN melaporkan ada potensi pemadaman massal alias blackout, akibat stok batu bara yang kritis.
"Pak Menteri berani sampaikan karena (dia) tanya ke Dirut PLN, tapi kenyataannya tiga hari kemudian (dibilang) akan blackout. Menurut saya, Dirut PLN bohongi pemerintah," kata Kardaya dalam Rapat Kerja bersama Kementerian ESDM di Gedung DPR, Kamis (13/1).
Kardaya meminta supaya persoalan ini tidak dianggap sepele. Sebab, banyak sekali informasi yang sampai ke publik tidak konsisten. "Apalagi yang terbaru mengenai rencana perubahan harga pembelian batu bara untuk sektor kelistrikan," ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah berencana menggunakan harga pasar dalam membeli batu bara oleh PLN . Saat ini, PLN membeli batu bara dengan harga khusus sebesar US$ 70 per ton.
Agar tidak memberatkan keuangan PLN, pemerintah akan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) yang berfungsi menanggung selisih harga DMO dengan harga pasar yang dibayarkan. Kardaya kurang setuju dengan rencana tersebut.
"DMO kaitannya dengan harga. Harga kaitannya dengan biaya PLN. Biaya PLN kaitannya dengan subsidi, dan subsidi kaitannya dengan DPR. Kalau pakai harga pasar, tidak ada DMO lagi? Berarti apa itu DMO dan tujuannya? Kok DMO harga pasar?" katanya.
Namun, pada Selasa lalu (11/1), Kementerian ESDM menyatakan belum berencana mengubah ketentuan harga jual batu bara untuk sektor kelistrikan dalam negeri. Harga jual mineral hitam ini ke PLN tetap US$ 70 per ton. Simak databoks berikut:
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menegaskan harga jual batu bara ke PLN masih akan tetap dengan mekanisme DMO yang berlaku saat ini. Pasalnya, kenaikan harga DMO hanya akan membebani rakyat.
"Sejauh ini tidak ada rencana untuk itu. (DMO) diputuskan di sidang kabinet Maret 2018, kita ikuti saja itu, karena menurut hemat saya, beberapa masukan dan beberapa kritik mengatakan ini haknya rakyat. Jangan disamakan kalau kita jualan ke luar," kata Ridwan.
Adapun rencana mengubah kebijakan harga DMO batu bara dicetuskan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan, sebagai solusi untuk mengatasi masalah kekurangan pasokan batu bara di pembangkit-pembangkit milik PLN yang kerap terjadi.
Nantinya, BLU akan membayarkan selisih harga DMO dengan harga pasar dari iuran yang dibayarkan produsen batu bara.
"Jadi nanti kalau ada selisih harga basis US$ 70 per ton dengan harga pasar, BLU yang akan membayarkan dari iuran perusahaan batu bara. Semua perusahaan batu bara memiliki kewajiban yang sama untuk mensubsidi," kata dia.